Aku pulang! Aku secara resmi telah meninggalkan kota Bloomington, IN sejak tanggal 15 Mei 2025 lalu. Sudah sembilan bulan berlalu sejak pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di Amerika Serikat. Itu berarti program Fulbright FLTA yang aku jalani sudah berakhir. Bagaimana rasanya? Sedikit sedih karena pastinya ada banyak hal dari kota ini terutama Indiana University yang akan aku rindukan. Namun seperti yang sudah pernah aku tuliskan sebelumnya. Apa yang bermula pasti akan berakhir. Aku sudah siap sedari awal aku menjadi Fulbrighter dengan momen kepulanganku ke tanah air, Indonesia.
Sudah seminggu lebih aku kembali ke rumah di Jembrana, Bali. Banyak yang berkata padaku bahwa reverse culture shock akan menjadi tantangan saat kembali ke tanah air. Ternyata aku tidak begitu merasakannya. Kenyataannya aku merasa seolah-olah aku tidak pernah meninggalkan rumah. Semua terasa sangat familiar. Keluargaku menyapaku seperti biasa seakan-akan aku hanya pergi selama beberapa hari. Tentu saja mereka menanyakan bagaimana kehidupanku di Amerika Serikat dengan berbagai dinamikanya saat menikmati beberapa jajanan yang aku bawa dari AS. Namun, semua terasa seperti obrolan ringan dan hangat yang biasa kita lakukan di ruang tamu pada umumnya. Tidak ada todongan oleh-oleh (apalagi dollar amerika). Tidak ada kata-kata yang berlebihan. Semua terasa amat normal seperti layaknya rumah yang nyaman.
Satu-satunya reverse culture shock yang aku alami hanya perkara suhu udara dan cuaca. Bloomington cukup panas saat aku tinggalkan jadi tubuhku sudah lumayan beradaptasi dengan kenaikan suhu udara. Namun, yang tidak aku pertimbangkan dengan matang adalah tingkat kelembaban udara di Bali yang amat tinggi. Jadi, aku merasa sangat kepanasan dan terus berkeringat sejak kembali pulang. Walaupun begitu panas, aku merasa amat bersyukur dengan suhu udara di Bali. Selama tinggal di Bloomington, kedua tangan dan kakiku selalu kedinginan bahkan di musim panas sekalipun. Kulitku terasa amat kering hingga membuatku gatal-gatal. Aku sulit tidur dengan nyenyak jika aku tidak mengubur diriku dalam tumpukan selimut tebal dan mengenakan kaus kaki musim dingin. Sejak kembali pulang, aku merasa nyaman dengan tubuhku dengan suhu udara dan tingkat kelembaban udara di Bali. Aku juga tidak perlu pusing harus mengenakan baju sesuai cuaca saat akan keluar rumah. Jika dipikir-pikir ternyata aku selama ini kurang bersyukur dengan iklim di Indonesia. Terima kasih sudah menciptakan Indonesia sebagai negara tropis Ya Allah! Terbaik!
Sejak kembali ke Indonesia aku jadi sering bersin-bersin. Mungkin ini dikarenakan udara yang berdebu dan berpolusi. Untungnya aku tinggal di kota kecil di Pulau Bali jadi tingkat polusi udara masih rendah. Hanya saja jika dibandingkan dengan Bloomington aku merasa aku jarang sekali bersin di sana. Aku pikir aku akan sering sakit selama di AS karena iklim yang amat berbeda dengan Indonesia. Ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Di tengah musim dingin yang amat ekstrem pun aku baik-baik saja. Sekarang aku semakin yakin bahwa kualitas udara sangat mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang. Kota Bloomington memiliki kualitas udara yang amat bersih dan segar karena banyaknya pepohonan dan tidak ada pabrik baik di kota maupun di sekitaran kota. Mobil tentunya ada banyak namun aku kira emisi gas berbahaya yang dikeluarkan kendaran bermotor di sana tidak parah.
Walaupun Bloomington menawarkan banyak kenyamanan dan kecantikan bunga-bunganya, aku merasa lega meninggalkan kota ini. Aku mensyukuri segala pengalaman dan kenangan berharga yang aku jalani selama tinggal di AS. Namun, hidup di Amerika Serikat dengan kondisi politiknya yang tidak stabil sering membuatku was-was. Statusku sebagai mahasiswa internasional dengan visa J1 sangat rentan menjadi sasaran pihak-pihak administrasi kepresidenan saat ini. Entah sudah berapa kali aku mendapatkan peringatan akan kedatangan ICE ke kampus. Aku juga sempat menuliskan apa yang menimpaku dan seluruh penerima beasiswa Fulbright saat terjadinya funding freeze beberapa bulan lalu di blog ini. Hal serupa bisa saja terjadi kapan pun selama masa pemerintahan T**mp berlangsung. Bahkan saat tulisan ini dirilis banyak berita beredar mengenai penangguhan pengajuan visa M, F, dan J oleh presiden AS. Masa depan mahasiswa internasional sangat abu-abu. Mendapatkan beasiswa dan LoA dari universitas ternama Amerika Serikat tidak menjamin apapun selama pengajuan visa masih terkendala. Aku sungguh tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Aku tidak berani berekspektasi tinggi. Aku hanya berharap semoga ada titik terang bagi yang akan studi ke AS. Bagi mahasiswa internasional yang masih menjalani studi aku harap mereka selalu diberi kelancaran dan keamanan hingga studi mereka selesai. Amin.
Apakah ada kemungkinan aku akan kembali ke Amerika Serikat? Setidaknya untuk dua tahun ke depan atau empat tahun ke depan, InsyaAllah aku tidak berencana kembali ke negeri Paman Sam. Sebagai penerima beasiswa Fulbright dengan J1 visa, aku mempunyai kewajiban berkontribusi atau residency requirement selama dua tahun sebelum mengajukan visa AS kembali. Bisa saja aku mengajukan visa student seperti J1 dan F1 jika aku ingin langsung melanjutkan studi ke Amerika Serikat. Namun, sekali lagi dengan pemerintahan AS saat ini aku belum berminat melakukan hal itu. Jika situasi dan kondisi sudah jauh lebih baik dan kondusif mungkin akan aku pertimbangkan. Untuk saat ini aku mempertimbangkan negara lain sebagai tujuan studi lanjut. Kita lihat saja nanti.
Ada banyak hal yang ingin aku tuliskan berkaitan dengan kehidupanku selama di AS. Ternyata jika direnungkan kembali perjalananku selama sembilan bulan di sana memberiku banyak sekali pelajaran berharga. InsyaAllah aku akan meluangkan waktu untuk lebih banyak mengisi blog ini dan akun medium-ku yang bisa kalian akses di sini https://medium.com/@zaturaniarahma. Terima kasih sudah mampir dan sampai jumpa!
Comments
Post a Comment