Hari-hari di kota Bloomington, Indiana pada awal bulan Februari 2025 didominasi oleh cuaca mendung dan hujan. Bukan hujan salju lho ya. Seluruh salju yang turun saat Winter Storm pada awal Januari lalu sudah mencair.
![]() |
Indiana Memorial Union - IU Bloomington |
![]() |
Dunn Woods - IU Bloomington |
Akhirnya, warna hijau rumput sudah terlihat setelah terkubur dalam tumpukan salju sebulan lamanya. Rasanya rindu sekali melihat hijaunya pepohonan dan warna-warni bunga yang aku lihat di bulan September 2024 lalu. Tinggal sebulan lagi hingga musim dingin berakhir dan musim semi tiba. InsyaAllah ketika bulan Maret tiba, suhu menghangat dan seluruh tanaman kembali menunjukkan warnanya. Tidak sabar rasanya ingin melihat warna-warni bunga tulip, magnolia, dan jenis bunga lainnya. Aku ingin sekali melihat dan mencium wangi bunga-bunga yang tidak bisa aku temukan di Indonesia. Apakah di Bloomington ada sakura atau yang dalam bahasa inggris disebut cherry blossoms? Kita lihat nanti ya!
Musim semi nanti akan menjadi musim terakhirku di Amerika Serikat. Sudah banyak yang terjadi selama enam bulan terakhir. Ada hari-hari di mana aku melakukan perjalanan ke kota dan negara bagian yang lain bersama teman-teman. Kami membuat banyak kenangan berharga bersama. Namun, kalau dihitung sebenarnya tidak banyak tempat juga yang aku kunjungi selama di Amerika Serikat. Ya dasarnya memang aku lebih suka menghabiskan waktu di rumah saja. Jika aku tidak memiliki alasan yang kuat untuk pergi, aku tidak akan pergi. Bisa dibilang, ada lebih banyak hari-hari biasa di rumah dan kampus daripada hari-hari luar biasa di luar sana. Apakah hari-hari biasa itu adalah hari-hari yang tidak berarti dan membosankan?
Normalnya hari-hari yang biasa saja memang lebih banyak daripada hari yang di luar kebiasaan. Manusia menjalani sebagian besar hidupnya dengan rutinitas sehari-hari. Sejak bangun tidur hingga tidur lagi, kegiatannya ya itu-itu saja. Banyak yang berkomentar āHidup kok gitu-gitu aja? Gak bosen?ā Ya memang begitu adanya. Jika pun hari-hari biasa tersebut diganti dengan hari-hari yang penuh petualangan dan tempat-tempat baru setiap harinya, pada akhirnya semua akan menjadi biasa saja. Kenapa? Karena kita sudah terbiasa. Otak kita memang lebih āsemangatā saat ada hal baru yang pertama kali kita lakukan. Hal ini berkaitan dengan dopamine dan kinerja otak. Aku yakin ada banyak penelitian di luar sana yang membahas hal ini. Bisa kalian cari sendiri ya karena aku tidak ahli dalam hal ini.
Yang ingin aku sampaikan adalah bagi teman-teman yang selama ini mengikuti kehidupan online para pelajar di luar negeri termasuk aku percayalah bahwa hari-hariku di sini tidak selalu āsemenakjubkanā itu. Aku jarang jalan-jalan apalagi selama musim dingin. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, kampus, dan perpustakaan. Seminggu sekali aku belanja mingguan di supermarket Kroger. Jadi jangan dikira kuliah di luar negeri itu enak karena bisa selalu jalan-jalan. Oh tidak juga! Itu hanya 10% dari 100% waktuku di sini. Aku sendiri sebenarnya kurang suka dengan konten romantisasi kehidupan kuliah di luar negeri di berbagai platform yang sayangnya didominasi oleh konten jalan-jalan. Jadi kesannya seakan-akan orang mencari beasiswa ke luar negeri tujuan utamanya supaya bisa liburan keliling banyak negara. Buat konten traveling ke luar negeri selama menempuh studi di luar negeri ya silakan aja tetapi akan lebih baik jika tidak terlalu meromantisasi kehidupan kuliah di luar negeri hanya dengan jalan-jalan.
Kuliah di luar negeri juga pastinya memiliki tantangannya sendiri. Apalagi jika kuliah tersebut dibiayai oleh sponsor beasiswa baik dari negara asing maupun negara sendiri. Pastinya tanggung jawabnya besar. Aku bertemu dengan banyak mahasiswa internasional yang studinya dibiayai oleh berbagai macam beasiswa di salah satu kelas audit yang aku ambil. Satu hal yang benar-benar membuatku salut pada mereka adalah mereka tekun dan serius sekali dengan studi yang mereja jalani. Sejak awal mereka sudah memahami dengan baik tujuan mereka kuliah dan seluk beluk penelitian mereka. Sebelum kelas mereka sudah membaca materi pelajaran dan mengerjakan tugas. Selama proses pembelajaran mereka menyimak dengan baik dan partisipasinya amat tinggi. Yang aku tangkap dari mereka adalah mereka sama sekali tidak menyia-nyiakan waktu belajar mereka selama di universitas. Mereka berpikir dengan logis, kritis, dan spesifik. Hampir tidak ada istilah malas belajar karena belajar itulah tujuan mereka kuliah sejauh ribuan kilometer dari negara mereka.
Memang sebagian besar universitas luar negeri memiliki larangan untuk merekam proses belajar mengajar di kelas jadi aku paham jika sebagian besar content creators atau influencers studi ke luar negeri memiliki keterbatasan untuk membuat konten saat kuliah atau belajar. Ada banyak sisi sebenarnya dari kuliah ke luar negeri yang bisa dibagikan ke hal layak umum supaya mereka juga bisa mendapatkan gambaran kenyataannya studi di negara asing itu kayak gimana. Ada banyak hal yang mengedukasi yang bisa dibagikan contohnya seperti sistem perkuliahan, tata tertib, gaya belajar, kebiasaan, kehidupan sosial di kampus, beban belajar, jenis tugas dan project yang diberikan dosen, penelitian, homesickness, cara mengatur keuangan, dan hal-hal kecil lainnya namun ternyata berpengaruh juga.
Aku berharap ada lebih banyak konten studi luar negeri terutama konten beasiswa yang membahas apa yang harus dipersiapkan sebelum memutuskan untuk kuliah lagi apalagi ke luar negeri. Menurutku tujuan dan alasan yang kuat itu signifikan. Apa hubungan rencana studi S2 dengan kelanjutan karir ke depannya? Kenapa harus S2 atau S3? Kenapa juga harus ke luar negeri? Jika ingin kuliah ke luar negeri hanya karena ingin jalan-jalan ke negara lain dan merasakan empat musim menurutku itu alasan yang āFOMOā sekali. Ya terserah mereka sih sebenarnya. Aku tidak punya hak untuk melarang orang kuliah lagi hanya karena ikut-ikutan. Namun, kenyataannya menempuh pendidikan S2 atau S3 tidak sesederhana itu. Sebagian besar mahasiswa yang kuliah S2 atau S3 sudah memiliki tujuan yang amat spesifik terutama bagi mereka yang bidangnya terkait dengan pendidikan tinggi dan penelitian. Jika tujuan masih tidak jelas yang ku takutkan adalah ketika sudah berada di negara asing dan menjalani dunia perkuliahan malah tidak siap menghadapi hal-hal yang luput sebelumnya. Alhasil, kesehatan fisik dan mental menjadi korban.
Aku sendiri sejak awal memilih mendaftar program Fulbright FLTA karena program ini sejalur dengan karirku sebagai pengajar bahasa asing. Aku ingin meningkatkan kemampuanku dalam mengajar dan penelitian pendidikan bahasa dengan harapan ketika aku kembali ke Indonesia nanti aku bisa menjadi pengajar dan peneliti dengan kemampuan profesional yang lebih baik. Ada banyak yang menyarankan aku untuk lebih lama di Amerika Serikat atau istilah kasarnya āgak usah pulang ke Indonesia dulu.ā Nah ini, saat mendaftar beasiswa pelajari syarat dan ketentuan yang sponsor beasiswa tersebut berikan. Jika memang ingin ākaburā dari negara sendiri ya jangan cari beasiswa yang mewajibkan untuk kembali ke negara masing-masing. Beasiswa Fulbright, AAS, Chevening, dan LPDP mewajibkan seluruh awardees untuk kembali ke negara masing-masing setelah lulus selama beberapa tahun supaya ilmu yang diterima selama pendidikan bisa dibagikan dan tersalurkan di negara asal si penerima beasiswa. Bertanggung jawablah dengan beasiswa yang diterima dengan menaati ketentuan yang sejak awal sudah jelas. Jika memang punya keinginan untuk menetap dan berkarir di negara lain silakan saja setelah tanggung jawab tersebut ditunaikan.
Semua yang aku tuliskan di atas adalah opiniku pribadi. Aku menuliskan hal ini karena sering sekali aku menerima pesan seakan-akan apa yang aku lakukan di sini lebih banyak main-main dan jalan-jalan. Yang membuat miris adalah banyak juga konten-konten tinggal dan kuliah di luar negeri yang terlalu diromantisasi hingga menjelekkan negara sendiri. Tinggal di luar negeri tidak selalu senyaman itu padahal. Tolonglah kalian para konten kreator beasiswa di luar sana untuk tidak usah menggaet algoritma dengan cara menjual āmimpiā yang berlebihan. Sharing konten beasiswa dan kuliah ke luar negeri itu bagus untuk menginspirasi generasi muda untuk berani mengejar mimpi dan pendidikan tinggi. Tetapi tolonglah buat konten yang lebih mengedukasi bukan menaikkan ego sendiri.
Ah sudahlah! Sekali lagi itu terserah mereka. Aku harap tulisan ini setidaknya bisa memberikan kalian sisi lain dari studi di luar negeri. Terima kasih sudah membaca! Sampai jumpa!
Comments
Post a Comment