Malang, 22 Nov 2018
Pernahkah kalian menghitung berapa banyak plastik baik kantong
kresek ataupun gelas minuman sekali pakai yang kalian gunakan dan buang setiap
harinya? Pernahkah kalian terpikir untuk tahu pada akhirnya kemanakah sampah
plastik itu pergi setelah kalian membuangnya? Pernahkah kalian menghitung sudah
berapa banyak pohon ditebang hanya untuk menjadi kertas baik untuk menulis maupun
bungkus makanan? Pernahkah kalian merasa bahwa "buanglah sampah pada
tempatnya" sudah cukup untuk menyelesaikan persoalan sampah yang ada?
Beberapa waktu yang lalu, aku baru saja melakukan semuanya. Hasilnya, aku
merasa bahwa kehancuran bumi dan makhluk di dalamnya, semua karena apa yang
telah aku lakukan dan sampah tak ramah lingkungan yang ku hasilkan.
image taken from this site |
Semua berawal dari membaca buku The Happiness Project karya Gretchen Rubin. Di buku tersebut Rubin
menjelaskan bahwa bersih-bersih atau decluttering bisa membawamu lebih bahagia.
Aku pun memutuskan untuk membersihkan total kamar kosku mulai dari buku,
pakaian, dan semua barang-barang yang tersebar di kamar. You know what, the
effect of decluttering is so massive for me. Pertama kali yang ku bersihkan
adalah buku terutama buku-buku untuk mengajar yang aku dapatkan dari kantor.
Aku membuka tiap buku dan mendapati bahwa di semua bukuku terdapat
berbagai ukuran potongan kertas yang ku gunakan sebagai bahan ajar. Ku kumpulkan
semua potongan-potongan kertas tersebut dalam beberapa kantong kresek ukuran
sedang. Alhasil, kantong-kantong kresek tersebut penuh dan berat oleh kertas
yang sayangnya tak lagi berguna. Melihat kertas-kertas yang ku kumpulkan
membuatku berpikir "Selama hidupku sudah berapa banyak pohon yang
dikorbankan hanya untuk kujadikan sampah?" "Seharusnya pohon-pohon
itu hidup dan mengurangi emisi gas berbahaya serta menghasilkan oksigen." Betapa
bersalahnya aku menyadari akulah penyumbang emisi gas berbahaya di rumahku
sendiri, bumi.
Oke tidak hanya potongan demi potongan kertas yang aku temukan
dan membuatku merasa bersalah. Semakin aku membersihkan kamar yang selalu ku
rasa rapi, semakin aku menemukan fakta bahwa kamarku adalah gudang. I digged up
more and more into every corner and I found a lot of plastic bags spread every
where. Bahkan jumlah kantong plastik yang ku temukan tak bisa dihitung dengan
jari lagi. Setiap kali ingin menyimpan kantong kresek yang ku dapatkan dari
mini market dan warung, aku selalu melipatnya kecil-kecil. Ku lipat juga semua
kantong kresek yang aku temukan lalu ku masukkan semuanya ke dalam kresek
tempat aku menyimpan kantong kresek. You know what, it turned out so heavy.
Ternyata kantong kresek yang selama ini sangatlah ringan jika dibawa satuan, bisa
menjadi sangat berat jika disatukan.
Ini membuatku berpikir, selama hidupku sudah seberat dan
sebanyak apa kantong kresek dan bahan plastik lain yang ku buang. Aku yakin
mereka semua masih ada di muka bumi karena usia plastik bisa mencapai ratusan
tahun. Namun, dimanakah mereka kini? Apakah sampah itu berakhir di lautan,
membunuh biota laut, dan merusak lingkungan? Arg.. aku tidak bisa membayangkannya.
Apalagi setelah melihat video bagaimana penyu, paus, burung, dan hewan laut
lainnya menderita dan mati akibat sampah plastik. Bahkan baru-baru ini ada paus
sperma mati di perairan Wakatobi dan di dalam perutnya ditemukan sampah
plastik. Jangan-jangan sampah darikulah penyebabnya. Betapa mengerikan dan
menyedihkan sekali.
Jujur saja aku selalu kesal jika melihat orang lain membuang
sampah sembarangan apalagi di pantai. Aku selalu mendisiplinkan diriku sendiri
untuk tidak berbuat hal yang sama. Aku juga sering ngomel kalau melihat ada
anggota keluarga yang buang sampah sembarangan. Ternyata sekarang aku sadar
bahwa membuang sampah pada tempatnya tidaklah cukup. Apalagi di Indonesia yang mana
sistem pengelolaan sampah masih sangat tidak cukup baik. Sampah hanya ditumpuk
di tpa tanpa diproses lebih lanjut. Banyak akhirnya yang terbawa angin atau
jatuh lalu mengotori dan mencemari lingkungan lagi. Yang penting sekarang
adalah bagaimana cara kita untuk mengurangi produksi sampah seminimal mungkin.
Kalau pun masih memproduksi sampah, paling tidak kita bisa memprosesnya sendiri
hingga sampah yang dihasilkan bisa dimanfaatkan lagi.
Nah dimulai dari proses bersih-bersih dan kesadaran bahwa aku
sangatlah tidak ramah lingkungan, aku mulai tertarik dengan gerakan zero waste
(minim sampah). Sebenarnya aku tahu zero waste sudah lama. Beberapa teman dan
siswaku sudah mulai melakukan gerakan ini. Aku juga beberapa kali menonton
video di youtube mengenai gerakan ramah lingkungan. Hanya saja waktu itu aku
masih tidak tertarik dan tidak tergerak untuk melakukannya. Ternyata proses
bersih-bersih massal yang ku lakukan ada efek baiknya juga. Aku jadi tergerak
untuk mulai menjalani pola hidup zero waste dimulai dari yang paling gampang
dan sederhana.
image taken from this site |
Apakah aku benar-benar menjalani gaya hidup zero waste 100%?
Jawabannya tidak. Jika dibandingkan dengan para zero waste hero seperti Lauren
Singer dan Bea Johnson, aku masih jauh sekali. (Kalau ingin tahu soal mereka
bisa dicek di google dan youtube). Aku belum bisa lepas dari beberapa produk
yang dibungkus plastik seperti produk kebersihan dan perawatan kulit. Aku belum
bisa membuat kompos dari sampah organik yang ku hasilkan karena yah aku masih
tinggal di kos-kosan jadi tak ada ruang yang cukup untuk itu. Aku masih
menggunakan kantong plastik sebagai tempat sampah walau aku tahu aku tidak
seharusnya melakukan itu.
Jadi? Apa yang ku lakukan? Sederhana saja. Aku mengurangi
penggunaan plastik dan kertas dalam kehidupan sehari-hariku. Dulu aku sering
sekali mencetak bahan ajar setiap hari. Jujur saja sebagian besar bahan ajar
tersebut hanya sekali pakai. Sekarang aku memutar otak bagaimana caranya agar
proses belajar mengajar di kelas tetap berjalan lancar dan efektif tanpa harus
membuang banyak kertas. Alhamdulillah aku sudah menemukan beberapa alternatif
sehingga aku jarang sekali mencetak bahan ajarku. Aku cukup memanfaatkan bahan
ajar yang bisa dipinjam dari lemari kantor dan guru-guru lain. Selain itu, aku
memanfaatkan buku, buku catatan, lcd projector (untuk lcd makenya seperlunya
aja) dan kreatifitas siswaku. So far it goes well. Siswa juga oke-oke saja.
Tanpa banyak kertas pun proses belajar mengajar bisa sangat efektif dan
menyenangkan.
Untuk soal plastik, sekarang aku selalu membawa wadah sendiri
untuk membeli makanan dan minuman. Aku juga selalu membawatas belanja yang
terbuat dari kain setiap kali ke warung, pasar, atau mini market. Awalnya agak
malu dan repot untuk memulai kebiasaan baik ini. Kayak gimana gitu rasanya
nyodorin wadah ke pedagang tiap beli makanan terus nolak kantong kresek tiap
kali ditawarin. Apalagi musti bawa tas belanja kemana-mana. Kadang sama orang
dikira mau shopping ke mall. Eh tapi lama-lama kebiasaan ini menjadi sangat
menyenangkan. Produksi sampahku kini sangat jauh berkurang dari sebelumnya. Dulu
hampir setiap hari kantong kresek ukuran medium dari mini market selalu penuh
sama kertas dan plastik bungkus makanan dan minuman. Sekarang paling buang
sampah cuma seminggu sekali atau dua kali itupun kresek ukuran kecil dan
sampahnya paling bungkus makanan yang dikasih temen, kantor, atau ibu kos.
rutinitas setiap hari |
Dan yang gak kalah penting lagi nih. Aku sudah tidak mau
menggunakan sedotan plastik. Aku selalu sedia sedotan metal yang awet dan bisa
dipakai berkali-kali tiap kali minum jus atau minuman lainnya. Gerakan kecil
ini berarti banyak lho karena sedotan plastik sekali pakai menjadi salah satu
penyumbang sampah plastik di lautan. Setidaknya kita bisa mengurangi sedotan
plastik yang berakhir menjadi sampah.
Aku juga semakin sadar akan sampah yang ku hasilkan jika aku
kebanyakan ngemil atau minum minuman botolan. Sekarang aku sudah tidak pernah
ngemil makanan ringan lagi. Kemana-mana aku juga bawa botol minum sendiri. Tiap
kali beli jus, es, atau minuman lainnya aku selalu bawa wadah kaca yang tahan
dingin dan panas. Dengan ini aku berhasil mengurangi sampah gelas plastik yang
biasa digunakan sebagai wadah minuman. Selain ramah lingkungan dan lebih sehat,
kebiasaan ini juga bikin hemat uang. Uang yang biasanya ku habiskan untuk
ngemil sekarang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih berguna.
Untuk keperluan bulanan atau mentrual period, aku mulai
menggunakan mentrual pad yang terbuat dari kain. Agak ribet emang harus cuci
mencuci mentrual pad yang kotor lalu dijemur hingga kering lalu dipakai lagi.
Tapi, hal ini penting banget demi lingkungan. Karena mentrual pad sekali pakai
pada akhirnya hanya akan menjadi limbah yang tidak dapat diurai secara alami
oleh alam dan proses lainnya. Bayangkan berapa banyak mentrual pad yang
dihasilkan satu wanita seumur hidupnya. Dan ada berapa banyak wanita di dunia
ini? Sebanyak apa limbah yang dihasilkan? Sekotor apa lingkungan hidup kita
jadinya? Selain karena alasan lingkungan, alasanku mengganti menstrual pad
adalah karena mentrual pad sekali pakai yang dijual di pasaran sebagian besar
tidak baik untuk kesehatan. Banyak yang mengandung pemutih dan itu bukan kapas
asli lho yang jadi bahan bakunya. Jadi masih mau mengorbankan diri dan lingkungan
demi tidak repot mencuci?
Jadi begitulah awal mulanya bagaimana aku memutuskan untuk
sedikit demi sedikit menjalankan gaya hidup zero waste dan apa-apa saja yang
aku lakukan. Bukan zero waste sih lebih tepatnya. Less waste mungkin lebih cocok.
Semoga aku bisa konsisten dalam menjalaninya. Sehingga paling enggak aku bisa
membantu menjaga bumi beserta makhluk hidup di dalamnya. Amin.
Awal mulanya juga hampir serupa ya, Mbak. Saya juga berawal dari decluttering karena ingin mengikuti metode Konmari. Lama kelamaan menjadi tergugah juga dengan zero waste. Semoga kita istiqomah ya, Mbak... Aamiin...
ReplyDeleteAmin... Semoga bisa mengajak banyak orang juga untuk mulai mengurangi produksi sampah. Terima kasih sudah berkunjung ke Mind BoX.
Delete