Malang, 18 November 2018
Akan datang saatnya dimana sedikit demi sedikit segala hal
yang mengganggu pikiran kita pergi dan jalan lebar menuju ke arah yang lebih
baik mulai terbuka dan melebar. Ketika saat itu tiba, rasanya semua pertanyaan
di kepala terjawab dan perasaan yang menumpuk di hati terangkat. Pikiran lapang
hati pun tenang. Pertanyaannya sekarang adalah kapankah saat itu tiba? Haruskah
menunggu sampai ia datang?
Mungkin ada di antara kalian yang membaca postinganku
sebelumnya. Kalau iya kalian pasti tahu apa yang ku hadapi beberapa waktu
terakhir. Yup, I’ve been struggling with my own madness and sanity about my own
personal self and how I see it. Rasanya jelas tidak menyenangkan sama sekali. Berbagai
cara ku coba lakukan supaya merasa lebih baik. Mulai dari menjaga jarak dengan
media sosial, menulis, membaca, bicara dengan orang-orang yang ku percaya,
menjauh dari toxic people meyakinkan diri sendiri bahwa aku baik-baik saja, dan
tentu saja mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Apakah cara-cara tersebut
berhasil? Haha sayangnya tidak terlalu. Aku baru sadar bahwa yang ku lakukan
hanya menghindari masalah bukan menyelesaikannya.
Aku masih suka sering sliweran di media sosial seperti
instagram. Aku masih dikelilingi orang-orang yang sebenarnya aku sendiri tidak
nyaman berada di sekitar mereka. Aku masih memiliki pikiran negatif tentang
diriku sendiri dan orang lain. Tingkat ketaatanku menjalankan perintah agama
masih di level biasa saja. Tidak banyak kebiasaan yang berubah. Namun, jujur
saja aku merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Apa yang telah ku lakukan?
Sederhana saja. Aku mulai menerima dan banyak bersyukur atas apa yang ada.
Mungkin terdengar klise, tetapi jujur saja bersyukur adalah
satu kata penyembuh segalanya. Setiap kali aku keluar rumah dan melihat
sekitar, aku merasa sangat bersyukur dengan segala hal yang Allah SWT berikan
padaku. Banyak orang di luar sana yang harus berjuang lebih dari yang ku
lakukan demi hidup sehari-hari. Melihat mereka aku merasa tidak seharusnya aku
mengeluh. Banyak orang di luar sana hidup dengan segala keterbatasan namun
mereka banyak bersyukur. Rasanya malu menyadari bahwa aku kurang menghargai
segala kelebihan yang ku miliki. Lebih menyedihkan lagi, banyak orang di luar
sana yang memiliki segalanya namun selalu merasa kekurangan. Apakah aku salah
satu dari mereka?
Pikiran-pikiran tersebut membuatku sadar bahwa yang harus ku
perbaiki adalah pola pikirku, caraku
memandang diriku dan sekitar. Sekuat apapun aku berusaha menjauh dari
berbagai faktor yang menyebabkan aku memiliki pikiran negatif, semua akan
sia-sia saja jika aku masih berpikir dengan cara yang sama. Aku tahu diriku
lebih baik dari orang lain. Dengan pemikiran ini aku memutuskan sendiri
bagaimana caraku melihat diriku. Aku baik-baik saja dengan hidupku, keluargaku,
dan pekerjaanku. Jadi kenapa aku merasa buruk hanya karena orang lain terlihat
lebih baik? Aku bisa hidup mandiri tanpa merepotkan dan direpotkan orang lain.
Jadi kenapa aku harus merasa tidak enak ketika orang lain berkata aku masih sendiri?
Aku merasa cukup dengan penghasilan yang ku dapatkan. Jadi mengapa aku harus
ikut-ikutan pendapat orang lain yang mengatakan bahwa itu kurang? Aku bersyukur
atas apa yang aku miliki. Jadi mengeluh sudah tidak relevan kan?
Aku tidak ingin membuat hidupku merepotkan karena aku tahu
aku tidak suka direpotkan. Aku tidak ingin menunggu terlalu lama hanya untuk
merasa lebih baik. Sudah cukup ku rasakan bagaimana menyebalkannya memiliki
semua pikiran negatif yang sudah aku jabarkan di tulisan-tulisanku sebelumnya. Jadi
sudah saatnya bagiku untuk menghentikan semua ini dan merasa cukup. Walau
begitu aku tetap berterimakasih sekali karena mereka sempat hadir dan
memberikanku pelajaran yang amat berharga. Aku merasa aku mengetahui beberapa
hal mengenai diriku berkat campur tangan mereka. Sekarang aku ingin membuka
lembar baru dan mempelajari hal baru lagi. Semoga ke depannya mereka tidak pernah
kembali lagi. Namun kalau mereka kembali aku sudah tahu apa yang harus aku
lakukan.
my favorite, sunflower |
Comments
Post a Comment