Malang, 29 Mei 2018
Image is taken from this site |
Jadi, sekarang aku sedang
membaca sebuah buku berjudul A Woman
among Warlords karya Malalai Joya. Ada yang familiar dengan nama tersebut?
Mungkin beberapa di antara kalian ada yang mengaitkan Malalai Joya dengan
Malala Yousafzai, seorang aktivis kemanusiaan dan hak asasi manusia asal
Pakistan yang berusia sangat muda dan penulis buku I am Malala. Langkah kalian menghubungkan kedua wanita hebat ini
tidak salah sama sekali. Kenapa? Karena mereka berdua memiliki semangat dan
renjana yang sama yakni berjuang demi kemerdekaan dan hak asasi manusia
terutama wanita.
Kemiripan nama Malalai
Joya dan Malala Yousafzai aku pikir bukan sekedar kebetulan belaka. Malalai
adalah nama yang sangat terhormat. Nama tersebut merupakan nama seorang
pahlawan wanita yang membebaskan Afghanistan dari tirani penjajahan Kerajaan
Inggris. Aku yakin orang tua Malalai Joya dan Malala Yousafzai memberikan nama
pahlawan tersebut dengan harapan putri mereka dapat menjadi pahlawan pembawa
kebebasan dan perdamaian bagi negeri mereka yang selalu dilanda perang tak
berkesudahan.
Well, sebenarnya aku tidak
akan membahas sosok Malalai Joya dan Malala Yousafzai secara detail dalam tulisanku
kali ini. Rasanya tidak ada cerita yang pas yang bisa aku utarakan dari sudut
pandangku mengenai mereka berdua karena aku hanya mengetahui mereka dari
buku-buku yang aku baca. Namun, jujur saja mereka berdua membuatku merasa sangat
bersyukur terlahir, dibesarkan, dan hidup di Indonesia. Bagaimana tidak?
Malalai Joya dan Malala Yousafzai dilahirkan dan dibesarkan di dua negeri
bertetangga dengan kondisi yang sama-sama mengenaskan. Entah sudah berapa tahun
Afghanistan dan Pakistan dilanda perang entah itu perang saudara, Taliban,
ISIS, dan pendudukan Amerika dengan antek-antek warlordsnya. Sudah tak
terhitung nyawa melayang. Dan sampai sekarang pun hak asasi manusia dan hak
wanita adalah hal yang sangat mahal dan langka. Bahkan untuk mengenyam
pendidikan yang merupakan hak dasar setiap manusia mereka harus bertaruh nyawa.
Bisa dibayangkan kalau semua itu terjadi di Indonesia saat ini? Betapa
hancurnya negeri ini.
Kondisi negeri mereka
membuat mereka bangkit dan berani bersuara demi mendapatkan apa yang seharusnya
milik mereka sejak awal, kemerdekaan. Kemerdekaan yang sebenarnya sangat
sederhana, sesederhana pergi ke sekolah dan belajar di kelas. Kemerdekaan yang
tidak muluk-muluk hanya pergi ke luar rumah dengan rasa aman. Kemerdekaan untuk
memilih apa yang ingin ia kenakan sebagai pakaian bukannya dipaksa untuk
mengenakan burqa. Kemerdekaan untuk beribadah sesuai dengan kepercayaan yang
mereka anut. Kemerdekaan untuk berpikir dengan berbagai sudut pandang bukannya
pemikiran radikal dan ekstrem yang sebenarnya tidak pernah diajarkan dalam agama
manapun. Kemerdekaan mendapatkan hal-hak mereka sebagai manusia yang dirampas
dengan seenaknya oleh orang-orang yang mengaku sebagai pahlawan Tuhan.
Malalai Joya dan Malala
Yousafzai membuktikan bahwa masih ada banyak wanita dan anak-anak di beberapa belahan
bumi ini yang tertindas dan hak-haknya dirampas. Wanita banyak yang
diperlakukan tidak pantas mulai dari pelecehan seksual, pemerkosaan, penyiksaan
fisik serta batin, pernikahan paksa, budak seks, dan pabrik bayi. Banyak oknum-oknum
perampas tersebut adalah pria-pria “terhormat” dalam kepemerintahan dan
institusi keamanan yang mengaku sebagai “imam”. Pria-pria tersebut seharusnya
tahu cara menghormati wanita dengan segala kelebihan dan kemampuan luar biasa
yang wanita miliki. Dalam agama Islam sendiri Ibu disebut 3 kali barulah Ayah. Sudah
bisa diketahui kan bahwa wanita berada dalam posisi terhormat dalam tatanan
Islam. Lalu mereka menyebut diri mereka sebagai pahlawan pembela Islam tetapi
mereka justru memperlakukan wanita dengan seenaknya? Apakah itu yang disebut
pahlawan? Come on man! You should have known better than that! You have your
own mother or maybe sisters and can you imagine someone out there does any harm
on them?
Aku sangat bersyukur
hak-hak wanita Indonesia dijamin oleh negara. Kita memiliki akses pendidikan dan karir seluas-luasnya. Keamanan
kita dalam beropini dan bersuara juga dijamin. Bahkan kita memiliki banyak
wanita hebat berpengaruh idola saat ini seperti Ibu Sri Mulyani dan Ibu Susi
Pudjiastuti. Namun bukan berarti hak-hak wanita benar-benar diayomi oleh mayoritas
penduduk Indonesia. Di negeri ini tindakan pelecehan wanita dalam bentuk
pelecehan fisik dan mental masih saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Cat
calling adalah mungkin yang paling sering dialami oleh para wanita. Cat calling
merupakan tindakan kurang menyenangkan ketika pria-pria kurang kerjaan dan
tidak berpendidikan bersiul atau memanggil wanita seenaknya sendiri entah
ketika wanita itu sedang lewat atau berdiri atau duduk di suatu tempat.
Mungkin bagi pria-pria
tersebut melakukan tindakan kecil seperti bersiul dan memanggil hanyalah
candaan. But it’s totally not for most women! Tindakan yang katanya sepele itu
sebenarnya sangat mengganggu dan membuat wanita merasa sangat tidak aman untuk
pergi keluar rumah. Tindakan ini pun tidak hanya terjadi bagi wanita yang tidak
mengenakan hijab. Wanita berhijab bahkan bercadar pun tak luput dari Cat
Calling. Sering sekali ketika aku lewat tiba-tiba aja ada cowok yang mengucap
salam disertai nanya-nanya mau kemana dan kok sendirian aja. Hello? Mau
sendirian kek? Atau sama siapa kek emang urusan situ? Bahkan kalau situ mau
nemenin kan situ bukan muhrim saya. Dan belum tentu saya merasa aman ditemenin
sama orang asing yang beraninya cuma manggil dari jauh pake siul-siul segala.
Ya Allah, keluar rumah aja kok rasanya kayak ke sarang penyamun dengan adanya
mereka.
Belum lagi stereotype
sebagian masyarakat Indonesia yang masih berpikir wanita itu tempatnya cuma di
rumah alias dapur dan kamar tidur. Cewek umur 25 tahun ke atas belum menikah
itu aneh. Punya karir, jenjang pendidikan, dan pemikiran jangan tinggi-tinggi
nanti cowok-cowok enggak ada yang mau melamar dan menjadikan kita istri. Oh My
God! This is 21st century and you still think women are that worthless with all
amazing things they can do as mothers, wives, teachers, lawyers, doctors,
social influencers, and other roles they have? Bahkan banyak lho yang berpikir
seperti ini adalah wanita yang
seharusnya membela hak-hak mereka untuk menentukan masa depan mereka sendiri.
Dan jujur aja sebagian dari wanita tersebut dan beberapa pria yang berpikiran
sama adalah orang terdekatku sendiri.
Soal pendidikan tinggi itu
tidak menjadi soal. Wanita juga berhak untuk mengakses pendidikan
setinggi-tingginya dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Sudah terbukti bahwa
anak-anak yang cerdas dan berkarakter dilahirkan dan dibesarkan oleh para Ibu
yang cerdas dan berkarakter pula. Kalau pendidikan tinggi menjadi alasan susah
jodoh, oh please jangan buat alasan sekonyol ini. Kalau ternyata si wanita
belum menikah ya berarti memang belum waktunya bagi dia. Jodoh kan urusan Yang
Kuasa ya terserah Tuhan mau ngasihnya kapan. Mungkin si jodoh juga sedang
menimba ilmu dan berkarir dengan sebaik-baiknya demi mempersiapkan dirinya
untuk menjadi seorang suami yang tepat bagi si wanita dan ayah hebat bagi si
anak-anak kelak. Jangan salahkan si wanita kalau hingga usia 25 tahun bahkan 30
tahun dia belum menikah. Ada banyak sekali alasan yang melatarbelakangi hal
ini. Kita tidak bisa mau menghakimi dia dengan hanya melihat dari satu sudut
pandang.
Dan bagi para cowok dan
pria di luar sana please tolong jangan merendahkan derajat wanita hanya karena
mungkin posisi si wanita dalam jenjang karir, pendidikan, kecerdasan, dan
karakter berada di atas kalian. We respect you guys with what you have. Tapi
respect kami ke kalian juga pastinya bakal hilang kalau kaliannya malah
bersikap tidak menyenangkan karena prestasi yang kami raih sebagai wanita.
Jangan merasa minder dengan apa yang kami raih. Jangan berusaha menunjukkan
kalian lebih powerful dengan cara mengintimidasi si wanita apalagi sampai melakukan
tindakan yang sangat tidak menyenangkan. No. We just do what we are capable to
do. We are not competing anything with men. We are open to discussion and
thought-sharing. We are just who we are. And please respect that.
Okay, I’m a woman and I
have my own rights! I do what I want to do and I make sure they are acceptable
morally and socially. I have options and I choose to do the right thing. I don’t
do them to please the society. I don’t do them because I want to impress them.
It’s all because of my own free will, virtue, and interest. What’s the point of
pleasing the society if it doesn’t make you happy? What’s the point of being
forced to fulfill the society’s demand if it tortures you physically and
mentally? We live for some reasons and purposes. None of them is wasting our
life to be unhappy.
Tulisan ini secara pribadi
aku dedikasikan untuk seluruh wanita di dunia yang sedang memperjuangkan
hak-haknya. We are women and we are powerful to make the world a better place.
With all due respect, it doesn’t mean I despise men. I would never do that
because I have a father and 3 brothers who support me eventhough we do often have
some fights. And this piece of writing is also dedicated wholeheartedly for my
Mom who’s been struggling so hard to make my dreams come true. Thank you for
everything you give to me. You are truly a hero for me. I am who I am because
of you.
my poem for all women in the world |
Comments
Post a Comment