Malang, 19 Juni
2017
Aneka rupa dan warna
bunga terbentang luas di hadapan. Semerbak wangi terbawa angin melayangkanmu
bagai ke surga. Tiap-tiap bunga kamu hirup wanginya. Tetapi tak satu tangkai
bunga pun berani kamu petik. Kamu tahu kenapa? Karena kamu terlalu takut
tertusuk duri.
Berlembar-lembar
kertas kosong berserakan di sekitar. Dengan sebuah pena kamu menggoreskan kata-kata.
Namun, tak satu pun kertas tertulismu kamu letakkan di atas dinding keramaian.
Kamu tahu kenapa? Karena kamu terlalu takut dicerca.
Banyak kata
berputar-putar dalam benak. Berarak-arak merangkai berbagai kerangka pemikiran.
Namun, tak satu pun tersuarakan melalui ucapan. Kamu tahu kenapa? Karena kamu
terlalu takut kalah dengan pemikiran orang.
Jawaban telah kamu
dapatkan. Kamu merasa benar dan siap. Namun, tidak ada yang berubah. Kamu tahu
kenapa? Karena kamu terlalu takut mengambil langkah pertama.
Keinginan tertambat di
jiwa. Satu hal yang benar-benar kamu inginkan ada di depan mata. Namun, tiada
yang kamu dapatkan. Kehilangan menghancurkan harapan. Kamu tahu kenapa? Karena
kamu terlalu takut bergerak, terluka, dan menghancurkan dinding batas.
Terlambat sudah. Hanya sesal yang tersisa.
Takut? Itu normal.
Selalu ketakutan sepanjang usia? Bukankah itu yang disebut sebagai “pengecut”
atau “pecundang”? Hanya berani berangan-angan tanpa usaha mewujudkan impian.
Hanya berani bicara di belakang tanpa mengambil resiko merealisasikan. Hanya
berani berharap melompat lebih tinggi tanpa kesiapan jatuh ke jurang terdalam.
Hanya berani berpikir tanpa bergerak.
Apa yang kamu takutkan
adalah ciptaanmu sendiri. Hidup dan matinya rasa takut tergantung pada dirimu.
Sekarang tinggal kamu mau pilih yang mana? Hidup dalam ketakutan tanpa menghasilkan
apapun? Atau hidup bebas bagaikan elang yang terbang sesukanya di angkasa?
Be brave! |
Comments
Post a Comment