Malang, 13
Maret 2017
Pesta demokrasi
pemilihan Gubernur DKI Jakarta baru-baru saja diadakan. Semua media dan
masyarakat bagai mabuk akan euforia para calon pemimpin Ibu Kota Indonesia.
Terdapat dua pasang calon yang akan menuju Pemilu Putaran Kedua. Tak perlu
menyebut siapa mereka. Hampir semua orang mengetahuinya. Kampanye baik yang
gelap maupun yang normal dilakukan berbagai pihak. Ada yang memang baik-baik
saja seperti layaknya kampanye calon pemimpin. Ada yang agak sedikit tidak
menyenangkan karena menyangkutpautkan isu-isu sensitif. Tau kan isu sensitif
apa itu? Apalagi kalau bukan isu SARA.
Jujur aku tipe orang
yang tidak mau ikut campur dalam persoalan politik. Terlalu ribet untuk
dimengerti atau memang sengaja dibuat seperti itu? Namun, akhir-akhir ini aku
agak kesal juga melihat berbagai kelakuan masyarakat yang diposting di sosial
media berkaitan dengan salah satu pasangan calon. Well, for your information
sang calon gubernur tersebut memang sedang terkenal karena berbagai kasus yang
sedang dialaminya terutama kasus penistaan agama. Nah, kelakuan masyarakat yang
bener-bener bikin miris terkait dengan sang calon adalah mereka dengan
entengnya melarang umat muslim untuk sholat dan disholatkan di beberapa masjid
karena umat muslim tersebut memilih si calon untuk menjadi Bapak Gubernur.
Well, sejak kapan masjid melarang orang untuk sholat dan disholatkan? Apalagi
dengan alasan seaneh ini.
Pro dan kontra pun
meruak terkait dengan kelakuan aneh ini. Ada yang mendukung aksi atas nama
‘agama’ dengan alasan si calon berbeda agama dan tidak sepatutnya memilih dia.
Ada yang protes menentang karena mengundang konflik antar dan sesama agama. Selain
pelarangan sholat dan disholatkan, ada banyak sekali aksi-aksi semacam ini
mencuat. Ada yang menghina umat agama sendiri kafir karena memilih si calon.
Ada yang mendiskreditkan sesama umat karena tidak ikut dalam aksi damai
berjilid-jilid. Mereka melakukan aksi ‘seekstrem’ ini atas nama “Tuhan” dan
“Iman”. Namun, benarkah apa yang dilakukan mereka? Apakah ini yang dinamakan
jihad?
Image taken from Google |
Jawaban dari
pertanyaan di atas aku kembalikan pada para pembaca. Kalian bebas untuk memilih
di negara demokrasi ini. Tetapi, sebelum kalian memilih ada baiknya berpikir
lagi dan renungkan dalam hati. Aku percaya bahwa semua agama mengajarkan
kebaikan. Agama mengajarkan toleransi. Aku seorang muslim dan aku berpatokan
pada salah satu surah yang menyatakan bahwa walaupun kita berbeda agama kita
jalani ibadah kita masing-masing tanpa mengganggu umat lain. Tidak perlulah
menyulut api menyakiti perasaan umat lain apalagi sesama umat demi memaksakan
apa yang kita percayai. Biarlah mereka dengan pilihan mereka dan kita dengan
pilihan kita. Selama keharmonisan dan kedamaian ada, itu sudah cukup. Kita bisa
hidup berdampingan.
Jika tidak suka ya
sudah tidak usah memilih dia. Kita pilih pilihan kita. Tak perlulah menghina,
membeda-bedakan, apalagi menjatuhkan orang lain. Kita bukan bangsa barbar yang
dengan seenaknya menyakiti dan merebut kemerdekaan orang. Sebagai umat
muslim kita memang diwajibkan untuk berdakwah. Namun, apakah dakwah harus
dengan kekerasan dan pemaksaan? Apakah Allah SWT mengajarkan utusannya
Rasulullah SAW untuk melakukan hal tersebut demi menyebarkan islam? Belum
pernah aku menemukan ajaran yang berkata demikian. Aku memang bukan seorang
yang expert dalam soal agama. Tetapi, aku yakin, islam tidak seperti itu.
Kekerasan baik fisik maupun non fisik bukanlah dakwah. Kekerasan hanyalah
dilakukan oleh teroris. Dan terorisme bukanlah islam.
Image taken from Google |
Sebenarnya apa yang
kita Tuhan-kan? Tuhan atau ego kita masing-masing? Jika kita percaya pada
Tuhan, aku yakin setiap perbuatan dan aksi kita berdasarkan ajaran baik yang ia
turunkan dalam kitab-Nya. Tetapi bagaimana kalau ternyata kita berpatok pada
ego? Kita hanya mengikuti ego tanpa mau tahu apa yang orang lain pikirkan,
rasakan, dan percaya. Pada akhirnya apa yang kita dapat? Nothing. Hanya
kehancuran yang menunggu di penghujung jalan.
Berbagai kerajaan
besar nan kaya baik yang muslim mampun non muslim di dunia ini runtuh karena
banyak orang yang mengikuti egonya mengambil alih kekuasaan. Demi kekuatan,
harta, dan kekuasaan, mereka sengaja membunuh dan menyakiti orang lain. Apa
yang mendasari hal ini? Ego, keinginan untuk menjadi yang terhebat dari semua
yang ada.
Aku tidak ingin
Indonesia berakhir tragis seperti itu. Cukup negara-negara Timur Tengah yang
sedang berkecamuk dilanda perang menjadi contoh. Kita memang berbeda. Namun
kita bisa hidup bersama dalam damai. Bukankah kita Indonesia dengan Bhinneka Tunggal Ika? Negeri indah
karena perbedaannya. Negeri ini memiliki berbagai warna dengan Merah Putih
sebagai benderanya. Aku muslim dan aku bangga dengan Indonesia. Aku percaya
pasti ada alasan mengapa Allah SWT menciptakan Indonesia dengan pelanginya. Dan
aku percaya “perseteruan dalam perbedaan” bukanlah alasan tersebut.
Jadi, marilah kita
berpikir lagi, renungkan kembali sebelum melakukan berbagai aksi yang
menyangkut isu sensitif ini. Kalau bisa damai kenapa harus bertikai? Kalau bisa
harmonis kenapa harus dengan kekerasan? Kenapa harus dipaksa kalau bisa
dibicarakan baik-baik? Islam adalah agama yang cinta damai. Mari tunjukkan
identitas kita sebagai umat yang mencintai damai. Islam adalah bagian dari
Indonesia. Maka dari itu mari kita bangun Indonesia menjadi negeri yang lebih
baik tanpa harus menyakiti saudara sesama Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika. Kita berbeda namun satu jua.
Image taken from Google |
Respect, aku pun punya pemikiran yang sama denganmu. kamu bisa baca di sini https://goo.gl/YDWTe3
ReplyDeleteAlhamdulillah. Ternyata ada juga yang berpikiran sama. Thank you for visiting my blog. :D
DeleteMantap Tulisannya, penilaian yang objektif.
ReplyDelete@Badrut Tamam : Daripada diam dan tak berbuat apa-apa, akhirnya unek-unek saya jadi seperti ini. Terima kasih sudah berkunjung ke sini. :)
Delete