Malang, 18 Februari 2015
Aku selalu melewati jalan yang
sama setiap hari. Jalan yang dipenuhi berbagai mesin beroda empat dan dua.
Jalan yang tak pernah sepi menjadi lintasan kehidupan duniawi. Aku selalu melihat
tempat-tempat yang sama setiap hari. Pertokoan ramai, warung dan restoran,
sekolah, stasiun, dan taman kota dengan lampionnya. Tempat-tempat yang tak
pernah mati, selalu dipenuhi manusia dengan berbagai alasan yang mereka miliki.
Aku selalu mendengar suara-suara yang sama setiap hari. Suara klakson kendaraan
bermotor yang sangat ku benci, teriakan supir angkot memanggil penumpang, suara
penumpang meminta turun dari angkot, suara memekakkan sepeda motor yang ngebut
di jalan, dan suara kereta api yang melaju di atas relnya. Semuanya selalu
sama. Apa yang membuatnya berbeda?
Manusia. Manusia membuat apa yang
ku lihat setiap hari menjadi berbeda. Setiap manusia yang ku jumpa memberikan
kisahnya sendiri dan menghiasi lembar ceritaku dengan satu catatan khusus di
dalamnya. Ada kisah kebaikan hati seorang supir yang mau mengantar penumpang
satu-satunya sampai ke tujuan dengan selamat tanpa memaksa tambahan bayaran.
Ada kisah supir tidak bertanggung jawab yang menurunkan paksa penumpangnya di
tempat yang bukan seharusnya dan secara tidak ramah protes dengan uang yang
diberikan oleh penumpangnya. Ada kisah betapa manusia masa kini lebih perhatian
pada layar datar segi empat yang ada di hadapannya daripada pada manusia dan
semua yang ada di sampingnya. Ada kisah kakek-nenek yang masih giat berjualan
buah dan makanan di usia senjanya.
Kakek itu duduk menekuk lututnya
di pinggir jalan yang tidak begitu ramai. Hanya satu dua orang yang melewatinya
tanpa membeli buah yang ia jajakan. Sudah sesore itu masih ada beberapa jenis
buah tergantung di gerobaknya. Aku hanya bisa berdoa semoga buah-buahan itu
habis sebelum hari benar-benar gelap. Nenek ringkih itu mendorong gerobaknya di
pinggir jalan yang ramai oleh kendaraan beroda dua. Cilok tertulis di bagian
depan gerobaknya. Ya, nenek itu berjualan cilok, cemilan khas Kota Malang.
Nenek itu berjalan pelan di antara kendaraan bermotor. Seringnya, mereka-mereka
yang mengendarai kuda besi itu tidak mempedulikan si nenek. Mereka terus melaju
tanpa memperhatikan keselamatan orang lain bahkan nenek tua sekali pun. Tak
jarang mereka berkata kasar di depan si nenek yang berjalan pelan. Aku berharap
semoga nenek itu memperoleh rejeki yang lancar dan barokah. Semoga keselamatan
dilimpahkan padanya amin.
Oh Tuhan, begitu banyak pelajaran
yang ku dapatkan dari perjalanan setiap hari yang aku lakukan. Aku bersyukur
padamu atas segala yang Engkau limpahkan padaku. Aku yang selalu merasa kurang ini ternyata jauh lebih beruntung dari mereka. Maafkan aku yang tak pandai bersyukur ini Ya Tuhan. Terima kasih atas segalanya.
Janganlah pernah bosan untuk selalu menunjukkan pelajaran demi pelajaran
berharga untukku. Terima kasih Ya Allah J
Comments
Post a Comment