Malang, 12
Agustus 2014
Pernahkah kalian mengalami masa peralihan? Pernah gak? Pasti pernah lah.
Apa jangan-jangan kalian sendiri tidak tahu apa itu masa peralihan? Oh baiklah,
mari kita diskusikan bersama-sama.
Akan ada saatnya bagi tiap orang untuk mengalami masa-masa peralihan.
Misalnya saja masa peralihan dari bayi menjadi anak-anak, dari anak-anak
menjadi remaja, remaja menjadi dewasa, dan seterusnya. Bisa pula masa peralihan
itu berupa masa peralihan dari murid menjadi seorang pekerja. Seperti yang saat
ini aku alami. Setelah sekian tahun lamanya aku duduk di bangku menjadi murid, kini
tibalah saatnya bagiku untuk meninggalkan bangku sekolah. Sekarang aku harus
mengalami masa peralihan dari seorang siswa menjadi seorang guru. Kok guru?
Yah, pekerjaan pertamaku adalah guru di sebuah lembaga belajar bahasa makanya
masa transisinya dari murid menjadi guru.
Masa-masa ini terasa agak “aneh” dan “sulit” bagiku. Ada begitu banyak hal
yang amat sangat berbeda dari yang selama ini aku hadapi selama menjadi murid.
Misalnya saja selama menjadi murid pekerjaanku hanya duduk, mendengarkan,
mengerjakan tugas, presentasi, ujian, lalu selesai, pulang. Sekarang yang harus
aku hadapi adalah menyiapkan materi untuk mengajar, berdiri di depan kelas
menghadap muridku, mengajar, lalu setelah selesai harus mengurusi pekerjaan
murid. Rasanya itu ya kayak anak ayam baru bisa berkokok sudah harus ngajarin
anak ayam lain berkokok. Lha perumpamaan macam apa itu? Yah, bisa dibilang ini
sebuah suatu perubahan yang benar-benar sungguh berbeda dan bikin shock! Ya
iyalah, sudah terlalu nyaman di zona murid eh dalam kurun waktu yang singkat
harus pindah ke zona guru. Gimana gak shock culture coba?!
Sering aku bingung sendiri menghadapi perbedaan suasana, lingkungan, dan
rutinitas di masa peralihan ini. Biasanya berangkat ke kampus tiap hari, sekarang
harus berangkat ke tempat kerja setiap hari juga. Biasanya ketemu temen-temen,
eh sekarang ketemu sesama guru dan murid-murid. Kalau di kampus biasanya
ketawa-ketawa gak jelas sambil gosipin orang, sekarang gak bisa kayak gitu.
Harus jaga image guru yang baik dan friendly di depan guru lain apalagi murid.
Dulu mau ngerjain tugas sesalah apapun gak peduli, sekarang salah sedikit
ngajarin murid duh fatal akibatnya. Setiap saat bikin Lesson Plan yang jujur
itu sangat ribet sekali. Nah, lebih intense mana hayo tekanannya?
Gara-gara semua itu, aku sering merasa gak siap dengan semua perubahan yang
aku alami. Saking gak siapnya aku pernah dateng ke tempat kerja dengan wajah
capek dan males. Kadang stres sendiri karena dengan banyaknya tekanan. Dalam
hati masih pengen jalan-jalan dan hang out, tapi apa daya hasrat semacam itu
harus ditahan demi pekerjaan. Oke! Aku benar-benar terlalu terbiasa dengan rutinitasku
sebagai murid sampai-sampai aku merasa belum siap menjadi guru.
Namun kalau hal ini terus menerus ku alami tentulah menjadi masalah buatku
untuk ke depannya. Kalau aku tidak beradaptasi dengan rutinitas dan lingkungan
baruku dan masih terpengaruh masa-masa menjadi mahasiswa, aku yakin aku tidak
akan serius menjalani pekerjaanku. Perspektif sebagai mahasiswa sudah harus aku
singkirkan ketika aku menapaki jalan sebagai guru. Dan disinilah masalahnya,
bagaimana cara melakukannya? Bagaimana cara menghadapi masa peralihan ini?
Sebenarnya ada caranya sih. Tetapi ini cara yang ku lakukan sendiri. Aku
sudah berusaha melakukannya. Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT aku merasa
jauh lebih baik sekarang dan menerima jalan hidupku yang baru *cieee. Gimana
caranya? Gampang sih caranya. Ngelakuinnya itu yang butuh effort lebih.
Pertama ya sadar diri lah. Sekarang aku sudah bukan mahasiswa S1. Aku sudah
bekerja. Pekerjaan ini sedari awal adalah pilihanku jadi aku harus tanggung
jawab dan menerimanya dengan baik. Pihak lembaga sudah mempercayakan aku masa’
aku mau menyia-nyiakannya demi alasan “belum siap kerja”? Iya nggak?! Nah demi
sukses menekankan pandangan ini dalam kepala dan hatiku, setiap hari aku berdoa
agar aku bisa ikhlas. Setiap saat aku terpikir bahwa aku sudah harus mandiri
selepas lulus dari bangku kuliah ini. Aku tidak bisa terus menerus bergantung
pada Bapak dan Ibu. Makanya, inilah saatnya bagiku untuk berbakti dengan cara
menekuni pekerjaan yang Alhamdulillah disetujui dengan baik oleh kedua orang
tuaku. Dengan pikiran-pikiran positif semacam itu sedikit demi sedikit aku bisa
ikhlas dan yakin inilah yang harus aku lakukan.
Kedua yaitu nikmati aja. Enjoy it! Jangan dibawa streslah. Aku berusaha
untuk lebih menikmati rutinitasku sebagai guru. Aku sedikit demi sedikit
menyingkirkan kesenangan-kesenangan sebagai mahasiswa yang masih sering
terbayang di benakku. Berinteraksi dengan murid, tertawa dengan mereka,
mendapati hal-hal baru selama mengajar, kini menjadi keseharianku. Dan aku
menikmati setiap waktu itu. Sulit memang menghapus kesenangan bersama teman
semasa kuliah di masa peralihan ini. Tetapi dengan seiringnya aku menikmati
kebersamaanku bersama murid dan guru-guru lain, aku jadi menemukan sesuatu yang
buatku sadar ini juga menyenangkan kok. Sedikit sedikit bisa kok betah di zona
ini. Zona bekerja juga semenyenangkan zona mahasiswa jika kita menikmatinya.
Jika kita sudah menikmati apa yang kita lakukan, kita akan merasa nyaman kok.
Percaya deh. Hehehe
Yang terakhir yakni selalu berpikir positif. Pikiran positif tentulah
banyak manfaatnya. Dan berpikiran positif saat mengalami masa peralihan
sangatlah dibutuhkan. Ketika baru saja menapaki dunia kerja dengan segala
tantangan dan persoalannya, kadang timbul rasa takut, malas, dan stres. Nah,
saat inilah sering terpikir “Enakan jadi mahasiswa ya. Gak ada beban!” Hapus
pemikiran semacam itu saat itu juga. Itu termasuk pikiran negatif. Pikirkanlah
sesuatu yang positif saat kita lagi stuck di zona kerja. Anggap saja persoalan
di dunia kerja itu sebagai tantangan baru yang harus ditaklukkan. Anggap saja
persoalan itu sebagai jalan terjal sebelum menuju kesuksesan. Anggap bos yang
lagi marah, hanya emosi sesaat. Ingat saja gaji dan tunjangan yang kita
dapatkan dari pekerjaan. Kalau cuma jadi mahasiswa, gak dapet gaji sendiri kan?
Cuma dapet uang saku yang masih merepotkan orang tua. Segala hal di dunia kerja
memang sering tidak semulus yang kita bayangkan. Tetapi, jika kita bisa
menghadapinya dengan pikiran positif, who knows it’ll turn out well. Ingat
saja, Tuhan tidak akan sekejam itu.
Yah, mengalami masa-masa peralihan zona nyaman murid ke zona tantangan
sebagai pekerja memang merepotkan dan sulit. Tetapi bukan berarti tidak mungkin
dilakukan bukan? Aku yakin aku bisa. Karena itu bagi kalian yang mengalami hal
seperti ini juga yakinkan diri kalian jika kalian mampu. Sadari apa yang harus
kalian lakukan. Nikmati apa yang kalian pilih dan hadapi apapun yang terjadi.
Jangan menyerah dan berhenti di sini. Pikirkanlah segalanya yang positif di
kala stres di dunia kerja. Ingatlah, dunia kerja itu lebih baik dari hanya
menjadi mahasiswa. Banyak hal baru dan menyenangkan akan kalian dapatkan bila
kalian menikmatinya.
So? Are you ready to face your new world guys?
Image taken from http://www.chicmagz.com/system/images/Dunia-Kerja-tdk-sama-Dunia-Kuliah.jpg |
oh.. am I ? :/ *thinking*
ReplyDelete