Malang, 30
Agustus 2014
Ketika semua perjuangan telah berakhir di garis finish, apakah semua
benar-benar sudah berakhir? Ketika kita sudah sampai di tujuan dari perjalanan
panjang, apakah itu menjadi pemberhentian terakhir? Ketika satu per satu teman
seperjuangan telah pergi melewati jalan yang berbeda, apakah pada akhirnya kita
akan sendiri? Apakah ini memang akhirnya?
Setelah ini apa?
Pikiran-pikiran ini menguasai benakku ketika seharusnya aku merasa sangat
bahagia. Semua orang tertawa puas. Semua orang yang duduk di sekitarku berfoto
bersama dengan senyum lebar menghias. Topi segi lima bertengger di kepala
mereka dengan sebuah kuncir di sebelah kanan. Semua mengenakan selapis terusan
berwarna hitam dan kerah lebar beraneka warna. Para lelaki terlihat maskulin.
Para wanita terlihat cantik menawan dengan riasan wajah, sanggul, dan hijab
berwarna-warni. Atmosfer terasa begitu dipenuhi pelangi. Bagaikan ada peri-peri
berterbangan menaburkan serbuk-serbuk berkilauan yang mendatangkan kebahagiaan
keseluruh ruangan. Ya, bagi mereka inilah
hari yang paling membahagiakan yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Benarkah
semembahagiakan itu? Setelah ini apa?
Aku maju ke depan podium bersama dengan teman-teman seperjuanganku yang
lain. Kami berbaris sejajar, menunggu panggilan untuk menerima selembar kertas
bukti perjuangan selama 4 tahun dan kesempatan berjabat tangan dengan
petinggi-petinggi kerajaan itu. Banyak bisikan terdengar mengusik telingaku.
Mereka bilang lulusan terbaik. Mereka bilang IPK tertinggi. Mereka bilang
bangga. Mereka bilang membuat iri. Ada juga yang sinis. Lulusan terbaik apa?
Memangnya di dunia nyata itu bisa menyelamatkanmu? Hanya 3 angka, buat apa? Ah
begitu banyak suara sumbang. Lalu apa? Apa gunanya menghina? Apa gunanya
memuji? Apakah aku senang? Apakah aku marah? Aku hanya tersenyum.
Bukan maksud untuk munafik, aku memang senang. Tapi kebahagiaan itu menguap
setelah selembar kertas itu di tangan. Lalu apa? Setelah ini apa? Cerita di
sini sudah berakhir. Tiga angka itu hanyalah angka. Apakah angka itu akan menyelamatkanku
dari ganasnya dunia nyata? Dunia yang sekarang sedang ku masuki. Dunia yang
membuatku merasa aku benar-benar tidak bisa apa-apa. Dunia yang menunjukkanku
kenyataan kejam bahwa aku hanya gelas egois yang sudah merasa penuh padahal aku
hanyalah gelas kosong.
Aku sudah menutup bukuku. Apakah ini akhirnya? Jika benar semua berakhir di
sini lalu apa? Untuk apa kisah cerita yang aku ukir selama 4 tahun itu jika
hanya berhenti di sini? Kenapa otakku selalu terbayang-bayang masa-masa
menyenangkan itu? Semua itu membuatku ingin memutar balikkan waktu dan menjebak
diriku dalam lingkaran tiada akhir 4 tahun. Apakah aku tidak ingin masa itu
berakhir? Apa yang ku pikirkan?!
Ah! Ini memang sudah berakhir! Sudah ku akhiri sendiri. Tapi akhir ini
adalah awal baruku. Aku harus membuka buku baru untuk menulis dan melanjutkan
jalan ceritaku. Aku tidak boleh menoleh
ke belakang lagi. Aku sudah membuka halaman pertama buku baruku. Aku pun sudah
menulis di sana. Aku ingin terus melanjutkan jalan ceritaku hingga ke halaman
terakhir. Aku tidak mau jalan ceritaku terusik kenangan lama. Sudah cukup!
Biarkan aku menulis dengan tenang. Biarkan aku mengukir kisahku dengan caraku
sendiri. Mereka bilang kenapa menulis di buku macam itu? Mereka mengeluh.
Mereka memandang sebelah mata. Ah terserah mereka mau berkata apa. Mereka hanya
tidak tahu apa-apa.
Yah, masih banyak yang menyemangatiku dan mendukungku. Banyak yang menaruh
harapan besar padaku. Aku tidak mau mengecewakan mereka. Aku tidak mau berhenti
sebelum aku sampai di halaman terakhir. Walau nantinya pasti akan ada jalan
yang berat, pada akhirnya aku harus menaklukkannya. Sudah terlambat untuk
berbalik. Ini waktunya untuk mengangkat pena dan melanjutkan jalan cerita.
Namaku dipanggil. Tepuk tangan terdengar mengantarku berjalan menaiki
tangga. Ku terima lembar itu lalu ku jabat tangan mereka satu per satu. Sudut
mataku menangkap bayangan dua insan terhebat dalam hidupku yang sudah
mengantarku sampai ke tahap ini. Mereka tersenyum dan melambaikan tangan
padaku. Ah leganya melihat wajah bahagia mereka berdua. Ya, demi mereka jalan
ceritaku harus terus berjalan. Ini hanyalah awal kisah baruku.
My Graduation August 16, 2014 Universitas Brawijaya Malang |
Comments
Post a Comment