Skip to main content

Potongan Kunci Terakhir (Bagian 1)

Ilustration by Izzatur R (zaturania)
Terbang bebas menembus awan, melihat segalanya dari atas, tanpa ada tali yang mengikat. Mungkin itulah arti kebebasan yang ia dapat dari burung-burung yang terbang di luar sana. Hanya bisa menatap secuil langit dari balik jeruji jendela kecil di atas gerbang besi, hanya itu yang kini bisa dilihatnya. Melihat luasnya langit biru, menghirup udara segar, bermain dengan hewan-hewan, merasakan sejuknya air hujan, menjadi impian terbesarnya sejak hari itu. Hari dimana hidupnya hanya berteman dengan dinding tebal, peralatan bersih-bersih rumah tangga, alat memasak, dan bentakan serta kemurkaan dari tiga wanita kaya bersaudara yang ia sebut sebagai majikan.

Elisa, nama gadis budak yang masih berusia 10 tahun itu. Tubuhnya kurus untuk ukuran gadis normal yang sebaya dengannya. Rambut kusut panjang berwarna kecoklatan itu seharusnya lurus dan berwarna kemerahan. Kulit berwarna kuning langsat itu pun kini berubah menjadi warna dekil. Wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. Namun, wajah ceria gadis usia 10 tahun kembali terlihat saat ia terbayang akan kebebasan dan harapan hidup bebas di balik gerbang ini.

Dua tahun berlalu sejak kebebasannya direnggut dari dirinya. Ia dijual sebagai budak oleh pamannya yang tak bertanggung jawab yang seharusnya menjaganya. Orang tuanya? Hilang di luasnya lautan saat hendak pergi merantau. Jadilah kini Elisa melanjutkan hidupnya dalam kungkungan perintah tanpa keleluasaan untuk menikmati waktunya sebagai manusia. Tubuhnya memang terikat tetapi hati dan pikirannya masih memiliki harapan. Suatu hari ia bisa berada di balik gerbang besi itu.

Elisa memberanikan diri untuk meminta kebebasan dari ketiga majikannya. Ia tahu ia sudah menjadi milik mereka saat mereka telah membelinya. Namun ia meyakini, majikan-majikannya adalah orang yang berpendidikan dan bermoral. Mereka bekerja untuk negara dan pemerintah. Ia yakin mereka masih memiliki rasa moral yang tinggi untuk melepaskannya dan hidup selayaknya manusia di luar sana. Bukan sebagai budak.

Makan malam, Elisa pikir inilah waktu yang tepat baginya untuk mengatakan keinginannya. Untuk itu, ia berusaha memasak masakan yang lebih lezat dari biasanya dengan beberapa menu tambahan yang berbeda pula. Ia yakin jika mood masternya naik akibat kelezatan masakannya, akan mudah bagi Elisa untuk meyakinkan mereka. Waktu makan malam tiba, tepat saat pukul 7 malam semua sajian sudah siap di atas meja makan. Ketiga masternya tiba di ruang makan tak lama setelah lonceng berhenti berdentang. Mereka terlihat dingin seperti biasa. Tak banyak sapaan. Tak banyak senyum. Mereka jadi lebih terlihat lebih tua dari umul asli mereka yang kurang lebih masih kepala empat. Gaya berpakaian resmi pun masih melekat pada ketiga wanita itu dengan rok hitam selutut dan kemeja berwarna pucat. Tak heran, mereka adalah wanita lajang pemegang peranan penting dalam kepemerintahan.

Sebagai saudara, mereka memiliki kemiripan yang mencolok seperti mata besar dengan kulit putih pucat akibat jarang diterpa sinar mentari. Namun, secara kepribadian, mereka semua jauh amat berbeda. Wanita tertua sangatlah pendiam. Ia jarang bicara, setidaknya tidak sesering saudaranya yang lain, Wanita kedua dengan rambut keriting abu-abu sebahu  yang juga adiknya, tipe wanita yang terlihat menyenangkan dengan sedikit senyuman saat ia bicara dengan gayanya yang penuh hormat. Namun jangan sampai kau membuatnya tersinggung karena ia mudah sekali marah. Sedangkan wanita paling bungsu, adalah wanita yang banyak bicara dan banyak maunya. Elisa selalu direpotkan dengan permintaan aneh-aneh seperti membuat semua benda yang ada di kamarnya berwarna ungu seperti warna bunga lavender yang ia tanam di halamannya. Walau kepribadian mereka berbeda, satu hal yang membuat kesan mereka semua sama bagi Elisa. Mereka tak pernah menganggapnya lebih dari seorang pelayan.

Selesai makan malam, ketiga wanita itu terlihat puas dengan hidangan buatan Elisa. Semua hidangan habis. Hanya tersisa sedikit potongan daging asap. Elisa sesekali ragu untuk mengutarakan niatnya. Bagaimana jika semua masternya marah dan justru malah mengurungnya di ruang bawah tanah? Bagaimana jika mereka menyiksanya dengan mengerjakan tugas-tugas berat? Semua pikiran-pikiran buruk menghantuinya. Tetapi, tidak ada jalan lain. Sekarang atau tidak selamanya!

“Maaf Nyonya.” Ucap Elisa pelan penuh hormat pada ketiga wanita di hadapannya. “Bagaimana dengan makanannya?”

Wanita kedua memandang Elisa dengan matanya yang tajam lalu tersenyum yang terlihat dipaksakan. “Semua terasa lezat namun agak sedikit berbeda dari biasanya terutama dengan adanya tambahan hidangan berupa puding ubi ungu yang rasanya cukup pas di lidah kami. Siapa yang meminta dibuatkan hidangan tersebut?”

“Ah, itu saya buat atas inisiatif saya sendiri. Ubi ungu pemberian tamu kemarin masih banyak. Jadi, saya memanfaatkannya sebagai hidangan pendamping.”

“Oh begitu. Tetapi jangan sering-sering membuat hidangan dari ubi itu. Aku tak ingin perutku bermasalah lagi dengan kesalahanmu seperti dulu. Kau mengerti!” wanita kedua itu kembali menatap Elisa tajam dengan senyum dingin.

“Baik Nyonya.” Elisa menunduk, wanita itu tampak tak memperhatikannya. Ia justru sedang bicara dengan kakak tertuanya. Elisa menelan ludah. Inilah saatnya.

“Maaf Nyonya, bisakah saya meminta waktu Nyonya sebentar? Ada yang ingin saya katakan.”

“Apa yang ingin kau katakan? Segeralah, aku ingin segera kembali ke kamar! Jika itu tidak begitu penting, katakan saja besok!” kata wanita ketiga dengan ketus.

“Ini penting sekali! Sangat penting Nyonya! Saya janji tidak akan lama.”

“Baiklah! Katakan!” teriak wanita ketiga lagi.

“Bisa dikata bahwa saya sudah lama tinggal di sini. Dan sejak itu pula saya belum pernah menginjakkan kaki keluar rumah.” Elisa jeda sebentar. Ia hampir tak bisa melanjutkan akibat melihat ekspresi tidak nyaman dari ketiga majikannya. “Maka dari itu, jika Nyonya sekalian berkenan, walaupun untuk sekali saja seumur hidup, saya ingin bisa keluar dan melihat seperti apa dunia selain rumah ini. Saya selalu memimpikan hal ini. Saya tahu posisi saya di rumah ini hanya sebagai budak. Tetapi, saya mohon untuk perkara ini anggaplah saya sebagai manusia yang punya hasrat dan impian.”

“Secara singkat, kau ingin bebas begitu? Bagus, budak ini semakin tidak tahu diri saja! Kau tidak tahu berapa banyak uang yang kami habiskan untuk membeli dan memberi makan dirimu setiap hari. Dasar tidak tahu berterima kasih!” ketus wanita ketiga.

“Maaf Nyonya jika permintaan saya terlalu banyak. Tapi, tolonglah saya. Saya tahu nasib saya akan terus melayani anda semua. Untuk itulah, sebelum saya melaksanakan tugas saya, ijinkan saya untuk bisa melihat dunia di luar sana. Sebelum...” suara Elisa tercekat, kedua matanya mulai digenangi kesedihan. “Sebelum saya menghabiskan umur saya di sini.”

Ketiga wanita itu terdiam dengan ekspresi dingin menatap gadis budak malang itu. Mereka bergumam seperti mendebatkan sesuatu. Akhirnya mereka diam dan memandang gadis itu lagi. Kali ini wanita kedua angkat bicara.

“Sejujurnya aku tak menyukai berkata seperti ini. Tapi, apa yang kau katakan ada benarnya juga. Kau membutuhkan sedikit pandangan mengenai dunia luar sebelum seumur hidupmu kau harus melayani kami dan berada di rumah ini.”

Wajah Elisa berubah cerah. Ia memandang wanita kedua dengan pandangan penuh harap.

“Kau bisa pergi keluar! Ya keluar sana. Tetapi, jika kau ingin keluar kau harus melewati tes yang akan kami berikan. Kami akan melihat apakah engkau layak untuk diberikan hak meninggalkan rumah ini selama waktu yang kami berikan.”

“Saya akan lakukan apa saja Nyonya! Apa saja!” ucap Elisa penuh semangat.

“Baik! Semangat yang cukup bagus tetapi tak akan cukup untuk melewati tes ini. Kami bertiga ingin kau mengorbankan tiga hal dari dirimu jika kau ingin keluar. Tiap-tiap dari kami akan memberikan petunjuknya. Dimulai dari dirimu kak!” wanita kedua menoleh ke arah kakaknya yang berada di sebelah kanannya.

“Ehem.. Elisa! Kau tahu aku tipe orang yang sangat ketat dengan manajemen waktu?”

“Iya Nyonya!”

“Oke, jadi aku ingin kau mengorbankan waktumu untuk mengerjakan segala tugas yang akan aku berikan. Ini akan jauh lebih berat dari hari-harimu yang lalu. Apakah kau siap?”

“Saya akan berusaha!”

“Bagus! Dik giliranmu.”

“Aku sudah melihat seluruh hasil kerjamu dan hasilnya yah tidak begitu buruk! Tetapi, kali ini aku ingin kau mengorbakan kekuatanmu untuk menghasilkan yang jauh lebih baik! Jika kau mengecewakanmu, impianmu hanya kan menjadi sekedar khayalan!”

Elisa mengangguk tanda mengerti. Ia lalu memalingkan wajahnya ke arah wanita ketiga.

“Aku benci melakukan ini! Kenapa juga aku harus repot-repot mengurus impian bodoh gadis biasa seperti dia. Dia...” wanita ketiga menghentikan ocehannya saat wanita pertama memandangnya dengan tatapan tajam penuh ancaman. Ia pun terburu-buru menjaga sikapnya dan bicara kembali. “Baiklah.. aku ingin kau mengorbankan kesabaranmu. Kau tahu aku tipe orang yang perfeksionis terhadap segala sesuatu. Aku ingin tahu apakah kau bisa menangani segala perintah yang akan aku berikan. Apakah kau cukup sabar untuk lolos dari tantanganku.”

“Kau dengar itu?” kata wanita kedua. “Ada tiga tantangan yang harus kau selesaikan. Waktu tesmu selama tiga hari berarti kau punya satu hari untuk menyelesaikan satu tantangan. Tiap kali kau lolos satu tantangan, kau akan mendapat satu potongan kunci. Tiga tantangan untuk tiga potongan. Dan kau tahu apa yang kan terjadi jika potongan-potongan itu disatukan? Sebuah kunci gerbang besi akan berada di tanganmu. Kau bisa menggunakannya untuk keluar dari rumah ini. Namun, kau juga tahu apa yang kan terjadi jika kau gagal satu tantangan saja? Itu artinya potongan tidak lengkap dan tidak akan berguna bagimu untuk bisa bebas keluar. Waktu bebasmu jika kau lulus tes ini adalah sekali setiap minggu. Itu artinya kau bisa bebas keluar rumah ini setiap satu hari selama tujuh hari. Kau mengerti?”

“Saya.. saya mengerti Nyonya! Terima kasih! Terima kasih banyak!”

“Dasar gadis bodoh! Kau belum tentu lulus! Jangan banyak berterima kasih seperti itu! Percuma saja jika kau gagal!” ketus wanita ketiga.

“Saya akan berusaha yang terbaik!” semangat Elisa membuncah.

“Baiklah! Tantanganmu akan dimulai besok! Tantangan dari kakakku akan menjadi yang pertama. Bersiaplah menjemput impian atau kemalanganmu, Elisa!” ucap wanita kedua lagi. Seberkas senyum mengembang di wajahnya. Senyuman aneh yang terlihat dipaksakan.


Ruang makan telah sepi. Ketiga majikan Elisa sudah kembali ke kamar masing-masing. Tinggallah Elisa sendiri, berdiri menatap gerbang besi dengan mata berbinar. Aku pasti kan berada di sisi lain gerbang besi ini! Segera! batin Elisa.

To be Continued....
Author : Izzatur R. (zaturania)
Say No to PLAGIARISM!

Comments

What's Popular Here?

Contoh Surat Lamaran Menjadi Asisten Dosen Berbahasa Inggris

For you who still get confuse in writing application letter for being lecturer assistant, this post will help you to write it. This is kind of application letter in English. Actually, there are some versions of the letter patterns. This one is the example that I got from my senior. You can use it. You may also revise it as you need. Good Luck with your application! Izzatur Rahmaniyah Jl. Gunung Antah Beranta No.99 Fiore Island +6281 XXX XXX XXX XX_XXl@yahoo.co.id October 30 th , 2012 Mrs. Erza Scarlet Lecturer of English Program Department of Language and Literature Faculty of Culture Studies Dear Madam, I am very much interested in the open recruitment on Faculty of Culture Studies that you are looking for some Assistants Lecture with requirements; GPA > 3.00, minimum in fifth semester, curriculum vitae, and letter of recommendation. I am a student of 5th semester with GPA X,XX. I am very self motivated, have willing to learn new things and work ha...

Ceritaku di Bandara Juanda #KKN

Malang, 24 Agustus 2013 Mungkin apa yang aku ceritakan di sini menjadi pengalamanku yang pertama dan terakhir. Sebulan lamanya aku berada di tempat itu. Selama itu pula banyak hal-hal baru yang ku hadapi. Ya, pengalaman KKN atau bisa dibilang pengalaman magangku di Bandar Udara Internasional Juanda menjadi satu kenangan tak terlupakan yang ku alami tahun ini. Siapa yang menyangka mendapat kesempatan magang di Bandara Juanda akan membuka mataku seperti apa dunia lain itu. Hari Senin tanggal 01 Juli 2013, secara resmi aku telah masuk ke dunia kerja bersama dengan teman-temanku yang lain. Gedung Angkasa Pura I Bandara Juanda menjadi saksi bisu perjuangan kami menyelesaikan mata kuliah KKN. Awalnya nervous saat berada di gedung itu untuk pertama kalinya. Takut jika aku akan melakukan kesalahan di hari pertama. Tetapi saat berada di sana, takjub juga rasanya. Hari itu untuk pertama kalinya aku melihat deretan-deretan pesawat besar yang parkir di gedung AOB. Yea,,,that was my first ...

Sikap Positif Demi Pendidikan Bangsa Indonesia (Esai Karangan Izza)

Assalamualaikum pembaca sekalian. Lama ya gak corat-coret di sini,,,hehe. Kali ini aku mau sharing beberapa tulisanku. Salah satunya esai ini. Tujuan posting ini sih karena ibadah. Maksudnya bagi-bagi ilmu buat dimanfaatkan khalayak umum. Esai ini sempat menempati ranking 23 di salah satu kompetisi esai tingkat nasional yang diselenggarakan di Surabaya. Ini masih amatir banget buatnya. Tapi ketimbang membusuk di hardisk laptop mendingan dijadikan referensi aja ya kan? Kalian boleh copy paste esai ini.. ASAL! mencantumkan nama penulis dan sumbernya. Say NO to Plagiarism! Sikap Positif Demi Pendidikan Bangsa Indonesia Polemik pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang sederhana. Ada begitu banyak permasalahan pendidikan di negeri ini yang membutuhkan penyelesaian. Permasalahan tersebut tidak hanya berupa permasalahan anggaran pendidikan namun juga merambah ke peraturan perundang-undangan mengenai pendidikan dan sistem pendidikan. Penyebab dari permasalahan yang muncul pun bermacam...