”Tempat terbaik untuk membaca adalah di
pinggir kolam ikan yang terletak di sebelah gazebo. Pepohonan yang rindang
serta gemericik air kolam membuat suasana sangat tenang dan damai. Suasana
terbaik untuk menyelami petualangan dalam buku.”
Kata demi kata tersebut ku baca dalam
hati. Aku sendiri bertanya-tanya dalam benakku, Siapa yang menuliskan kata-kata ini di atas kertas kecil berwarna merah
muda dan menyelipkannya dalam buku perpustakaan? Tak cuma satu catatan
kecil, aku juga menemukan beberapa di dalam novel fiksi lainnya. Tulisan tangan
dan kertas yang digunakan sama, walau warnanya kadang berbeda.
Aku mengumpulkan semua catatan kecil yang ku dapatkan. Semua terlihat
sangat menarik dan lucu. Ada yang bertuliskan mantra ajaib penambah percaya
diri, yang ku temukan dalam novel Harry Potter: Pangeran Berdarah Campuran. Aku
tak yakin mantra ini akan bekerja. Tetapi mungkin penulis catatan ini bisa
memberiku penjelasan nanti. Ada juga catatan yang bertuliskan resep membuat kue
kecil nan manis penambah semangat membaca, yang ku temukan dalam novel Bliss.
Rasa geli di perutku tak bisa memberontak saat aku mengamati kartun-kartun lucu
pengocok perut yang ku temukan dalam buku Diary of a Wimpy Kid. Siapa ya yang
membuat catatan ini semua? Aku sangat penasaran...
Aku bertekad untuk bertemu dengan penulis asli catatan-catatan kecil
tersebut. Demi memenuhi misiku, aku rela mengunjungi perpustakaan kota setiap
hari di sela-sela waktu kuliahku yang lumayan padat. Aku yakin penulisnya
selalu berada di rak buku bagian novel fantasi. Kenapa aku begitu yakin? Ya
karena beberapa hari lalu aku sudah mengobservasi beberapa buku lain. Dan aku
tidak menemukan catatan kecil yang sama di dalamnya. Ya pasti! Penulis aslinya
akan datang dan menyelipkan catatan di novel-novel fantasi.
Aku menunggu kehadirannya sambil duduk di kursi yang tepat menghadap rak
buku favoritku. Sebuah buku berjudul Bartimaeus The Amulet of Samarkand menjadi
buku bacaanku sekaligus kamuflase.
Sejam menunggu kehadiran sosok yang ku cari, aku tak mendapatkan kandidat
yang cocok. Hanya anak sekolahan tanggung saja yang wara-wiri dekat rak
tersebut. Dan aku yakin yang mereka cari hanyalah komik jepang yang tertata
rapi di rak buku khusus komik. Dua jam menunggu, masih sama. Aku tak menemukan
sosok yang ku bayangkan akan meminjam novel fantasi dan meninggalkan catatan di
dalamnya. Aku merasa agak lelah dengan penantian ini. Kakiku sudah merasakan
sakit akibat memakai wedges pemberian Ibuku yang ternyata kekecilan. Perutku
pun mulai terasa lapar. Aku pun menyerah dan berniat untuk pulang. Namun,
pikiran tersebut ku abaikan saat aku menemukan kandidat yang cocok.
Lelaki itu mengambil beberapa novel dengan judul berbeda dari rak.
Tingginya hampir menyamai tinggi rak yang hampir 2 meter. Ia berkacamata dan
penampilannya amat rapi dengan kemeja
bermotif kotak-kotak merah. Sepanjang pengamatanku, dia terlihat menarik dari
segi penampilan. Setelah memenuhi tangan kirinya dengan tumpukan buku, tak
diduga pria itu beranjak ke kursi kosong di sebelahku. Ia meletakkan buku lalu
duduk dan mengeluarkan kertas kecil dari saku bajunya.
Mataku tak bisa lepas memperhatikan apa yang dilakukan pria di sampingku
ini. Sebentar sebentar ia membaca buku lalu menulis di kertas kecil. Apa yang
ia tuliskan, aku tidak tahu pasti. Mungkinkah ia menuliskan catatan-catatan
ajaib seperti yang ku temukan? Jantungku terasa berdebar lebih cepat saat aku
membayangkan ialah orang yang aku cari. Aku merasa amat gugup sampai-sampai aku
tidak bisa berkonsentrasi pada kata-kata yang ku baca. Sejak tadi aku tak
beranjak ke halaman berikutnya. Rupanya sikap anehku disadari oleh pustakawan
muda yang baru sekali itu menyapaku.
“Apa bukunya tidak menarik?” tanya pustakawan itu pelan dan kaku.
“Eh? Menarik kok! Menarik!” ucapku buru-buru. “Aku cuma lagi mikirin
sesuatu.”
“Oh... buku The Enchanted Castle karya Edith Nesbit mungkin bisa menghibur
anda. Permisi.” Ia pergi begitu saja sebelum aku dapat menanggapi ucapannya
yang kaku.
Aku kembali mengamati pria itu. Kali ini aku memberanikan diri untuk
menyapanya. Rupanya ia tipe orang yang ramah dan mau berinteraksi dengan seorang
gadis tak dikenal. Awalnya aku hanya berbasa-basi mengenai banyaknya buku yang
ia ambil. Ia tersenyum dan tertawa ringan saat mendengar ucapanku. Percakapan
pun berlanjut seputar buku yang pernah kami baca. Aku terlarut dalam
pembicaraan kami berdua. Ia tahu begitu banyak judul buku yang belum pernah aku
tahu sebelumnya. Ia membuatku yakin, ialah orang yang aku cari. Penulis catatan
ajaib itu. Keyakinan itu semakin kuat saat aku melihatnya mulai menulis di
kertas catatannya.
“Kalau boleh tahu, apa yang anda tulis di kertas itu?” tanyaku dengan hati
berdebar.
“Oh ini? Cuma catatan kecil, lihat!” pria itu meletakkan kertas berwarna
peach itu ke hadapanku.
Jantungku terasa panas sekali. Aku benar-benar tak siap untuk membaca
kata-kata ajaib yang baru saja ditulis oleh penulisnya. Aku pun berusaha
mengendalikan diriku supaya tak terlihat bodoh. Aku mengambil kertas itu lalu
membacanya. Ini memang sedikit berlebihan, tetapi aku menutup mataku sebelum
membacanya. Dan... ternyata semua khayalan indahku pudar. Catatan itu tak
seperti milikku yang ku temukan. Tulisan
tangannya tak sama. Ia bukan orang yang aku cari.
“Ini catatan judul buku?” tanyaku datar
"Iya, saya mencatat buku itu sebagai daftar referensi buku baru untuk
perpustakaan kecil milik istri saya.”
Istri? Perpustakaan sendiri? Aku terkejut dengan kenyataan yang harus aku
terima. Aku gagal. Aku tak menemukan orang yang aku cari.
Aku hanya bisa terdiam, memandangi buku di hadapanku dengan pandangan
kosong. Pria baik itu sudah pergi dan hanya seorang wanita paruh baya yang kini
duduk di sampingku. Kecewa? Ya, itulah yang ku rasakan. Aku terlalu banyak
berharap hingga membuatku benar-benar merasa lelah akan semua. Aku membenamkan
mukaku ke dalam kedua telapak tanganku. Berharap ini semua hanya mimpi.
Pikiranku kelamku tak berlangsung lama. Ekspresi wajah kebingungan wanita
di sebelahku memecahkan alam pikiranku. Ternyata ia kehilangan pulpen yang
tadinya ia taruh di atas meja. Aku pun membantu wanita itu menemukan pulpennya
dengan mencarinya di atas lantai. Aku berharap seseorang tak mengambil atau
menendang pulpen itu jika memang benar-benar pulpen itu terjatuh.
Sebuah benda berwarna biru seukuran 10 cm terlihat terjepit di antara dua
rak yang berjejeran. Rupanya pulpen itulah yang sedang dicari wanita itu. Aku
mengambilnya dan saat aku hendak memberikan pulpen itu padanya, mataku tertarik
pada sebuah kertas kecil yang terselip di bawah rak buku. Aku mengambil kertas
itu lalu memasukkannya dalam kantong jaketku. Tak lupa aku mengembalikan pulpen
biru itu pada pemilknya.
Aku mengeluarkan kertas itu lalu membacanya. Tak ada yang spesial
sebenarnya, hanya kertas bertuliskan daftar buku baru yang akan tiba bulan
depan. Sudah pasti pemilik kertas ini adalah karyawan di perpustakaan ini.
Tunggu! Ini tidak mungkin! Apakah mataku sudah semakin minus atau bagaimana.
Entah kenapa aku merasa yakin sekali jika tulisan tangan di kertas daftar buku
ini, sama dengan tulisan tangan di catatan-catatan kecil yang selama ini aku
temukan. Jika aku benar. Jika semua yang ada di pikiranku benar, maka
penulisnya adalah....
“Maaf mbak...” terdengar suara seseorang dari belakangku.
“I.. Iya? Ada apa?” ternyata suara itu berasal dari pustakawan pemalu yang tadi
menyapaku dengan nada gugup.
“Boleh saya lihat kertas itu? Sepertinya itu punya saya...” ucapnya dengan
kaku.
“Oh? Kertas ini?” aku memandangi kertas itu beberapa saat lalu tersenyum.
“Silahkan saja, saya menemukan ini di bawah rak tadi.”
“Oalah...di sana ya tadi? Pantas saja saya cari-cari di meja saya tidak
ada. Terima kasih ya mbak!” ucap pustakawan itu dengan senyum menenangkan
menghias wajahnya. Ia pun beranjak dari hadapanku
“Tunggu!” pria itu berbalik dan melihatku dengan pandangan bingung. “Ini
ada lagi yang sepertinya punya anda!” aku mendekati pria jangkung berkulit
putih itu, menunjukkan catatan-catatan ajaib dalam buku yang selama ini aku
kumpulkan.
Ekspresi wajah si penulis asli itu tak pernah terbayangkan olehku. Ia
terlihat terkejut, wajahnya pun memerah, dan pada akhirnya ia tertawa kecil.
Ya, aku yakin ialah orangnya. Pustakawan pemalu yang sering merekomendasikan
judul buku padaku. Pustakawan yang selalu bertanya kesanku akan buku yang ku
baca. Pustakawan misterius yang selalu meninggalkan catatan ajaib di tiap buku
yang ku pinjam.
“Ketahuan deh akhirnya. Haha.” Ucap pria itu dengan senyum mengembang.
“Ada konsekuensinya! Setiap kali aku pinjam buku, kamu harus ngasih aku
catatan seperti ini lagi! Deal?” ucapku dengan penuh percaya diri walau hati
ini sebenarnya terasa mau meledak.
“Oke! Deal...”
Duniaku adalah buku :) |
Author : Izzatur R (zaturania)
Say No To Plagiarism!
dunia buku memang asyik ya, kak
ReplyDeletelebih dari asyik! dunia buku itu ajaib!
Deletebased on true story kah ini?
ReplyDeletehaha enggak kok fi, ngarang total kok :D
Delete