Malang, 29 Mei 2013
Suasana hatiku kali ini, tak bisa diajak untuk memberi
sapaan ceria yang biasa membuka tulisan terbaruku. Hari ini benar-benar membuat
suasana hati dan pikiran menjadi tak menentu. Baru kali ini aku merasakan yang
seperti ini selama hampir 3 tahun aku menuntut ilmu di kampus Brawijaya. Hal
ini ku rasakan bukan karena nilai jelek atau dimarahi dosen. Semua karena hari
ini merupakan titik balik perjuangan mahasiswa dan civitas akademika Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Brawijaya. Demonstrasi besar-besaran menuntut Reformasi
FIB terjadi hari ini Rabu 29 Mei 2013. Demonstrasi demi menuntut turunnya dekan
FIB yang telah menjabat selama 6 tahun, Ibu Francien Tomasowa yang terhormat.
Semua berawal dari kejadian yang terjadi kemarin, Selasa
28 Mei 2013. Aku yang baru saja selesai mengikuti perkuliahan Bahasa Jepang
sangat terkejut melihat banyak sekali poster-poster bertuliskan kata-kata
menuntut turunnya Ibu Dekan. Berbagai macam poster tulisan tangan tertempel di hampir
seluruh penjuru lantai satu Gedung FIB. Poster-poster yang ditempel di jendela
dan pintu kaca sampai membuat gedung FIB menjadi gelap seperti gedung usang.
Aku membaca tulisan-tulisan tiap poster itu dengan seksama. Semua bernada sama.
Semua sepertinya menuntut keadilan. Semua menuntut agar Ibu Dekan turun dari
jabatannya. Jujur tak ada kesan khusus selain kekagetanku melihat seluruh
poster itu. Aku malah tertawa sendiri membaca tulisan bernada persis seperti
Arya Wiguna dan karikatur Ibu Dekan yang entah digambar oleh tangan “kreatif”
siapa. Aku hanya bertanya-tanya dalam hati. Pertanyaan yang entah kan terjawab
atau tidak.
Salah satu poster yang ditempel di Gedung FIB UB. Ala Arya Wiguna! |
Semua poster bertema seperti ini. |
Selain poster, terdapat pula sebuah baner besar berwarna
merah terpampang jelas di depan gedung FIB. Baner itu memuat 17 mosi tidak
percaya civitas akademika FIB terhadap Ibu Dekan. Setelah membaca 17 poin
tersebut, aku pribadi sebenarnya hanya yakin beberapa poin saja seperti biaya
uang praktikum yang sampai saat ini tidak ada kejelasan yang pasti. Selain
baner terdapat pula bentangan kain putih di depan FIB yang bertuliskan berbagai
macam “ekspresi” mahasiswa yang menuntut turunnya Ibu Dekan. Aku hanya
memandanginya. Tak menandatanganinya seperti yang biasa aku lakukan saat
memprotes kebijakan fakultas.
17 Mosi Tidak Percaya dengan ttd Civitas Akademika |
Bentangan kain putih bertanda tangan |
Puncak dari poster dan baner menuntut turunnya Ibu Dekan
dan Reformasi FIB terjadi hari ini Rabu, 29 Mei 2013. Mahasiswa, staf, dan
dosen FIB turun ke jalan dan berorasi di depan gedung dekanat FIB UB. Semua
berteriak! Semua menuntut! Semua meminta Ibu Dekan untuk turun menemui mereka
saat itu juga. Semua bernyanyi bersama menyanyikan lagu keadilan untuk masa
depan FIB. Jargon FIB berkumandang. Semua bersatu padu menyatukan suara
menuntut hak dan keadilan dari Ibu Dekan.
Saat menyanyikan lagu nasional Indonesia Raya |
Entah siapa gadis ini, tapi dia sungguh menggebu-gebu! |
Ramainya massa FIB |
Saat dosen-dosen naik ke podium dan berorasi, semangat
mahasiswa FIB makin membara. Ada Bapak perwakilan dari Prodi Sastra Perancis, Kaprodi
Sastra Jepang, Ketua Jurusan yaitu Bapak Syarif, Sekretaris Jurusan yaitu Bapak
Andy, dan Kaprodi Sastra Inggris yakni Bapak Yusri. Semua meneriakkan yang
sama. Menuntut Keadilan! Menuntut Perubahan! Menuntut Reformasi demi FIB yang
lebih baik. “FIB bukanlah Kerajaan!” itulah salah satu hal yang diucapkan oleh
Bapak Andy. Bapak Yusri bahkan berpuisi di depan mahasiswa. Puisi yang makin
menyemangati mahasiswa untuk terus berjuang.
Dosen sedang berpuisi. |
Orasi seorang Dosen. |
Aku tidak ikut berorasi. Aku hanya berdiri di samping
kerumunan bersama teman-temanku. Saat mereka mengenakan jas almamater, aku
hanya mengenakan blazer hitam. Menyaksikan apa yang mereka teriakkan di depanku
dan di belakangku sambil sesekali memotret sana-sini. Sesekali aku menaikkan
tangan kananku tanpa bersuara menyahuti apa yang diteriakkan orator yang
berdiri di depanku. Jangan pikir aku apatis! Dalam hati aku berdoa agar FIB
menjadi lebih baik.
Orasi masih berlanjut saat aku tidak berada di kerumunan
lagi. Mereka terus berteriak meminta Ibu Dekan untuk turun dan hadir ke hadapan
mereka dan dengan besar hari menyatakan mengundurkan diri. Mereka kemudian
bergerak menuju bundaran UB dan berakhir di depan Gedung Rektorat. Entah apa
yang terjadi saat itu. Aku hanya mendengar bahwa Ibu Dekan hadir ke hadapan
demonstran dan ia mengatakan bahwa ia tak akan mengundurkan diri sampai SK dari
rektor atas pemberhentian dirinya turun. Para mahasiswa pun tak puas dan
akhirnya berorasi meminta Rektor UB yang terhormat, Bapak Yogi untuk turun dan
hadir. Bapak Yogi beserta tangan kanan dan kirinya hadir di depan gedung.
Beliau menyatakan bahwa keputusan mengenai Dekan FIB UB akan diputuskan esok
hari pukul 10 WIB. Beliau berjanji keputusan tersebut akan sesuai dengan
tuntutan mahasiswa.
Orasi bubar setelah keputusan itu. Namun, masih terlihat
beban di hati mahasiswa dan dosen FIB masih menggantung dan mengganggu.
Lagi-lagi kami tidak diberi kejelasan seperti yang sebelumnya kami alami. Entah
sudah berapa kali, tuntutan mahasiswa FIB hanya dianggap sebagai asap. Mulai
dari protesnya penambahan prodi yang terjadi 1,5 tahun yang lalu, protesnya
mahasiswa dengan tergusurnya fasilitas WIFI Zone dan kantin demi pembangunan
gedung baru, protes beralih fungsinya Balai Sidang menjadi kelas labirin,
protes tentang beralih fungsinya Green Grass menjadi tempat parkir, protes dana
praktikum yang kenyataannya tidak jelas sampai protes ruwet dan semrawutnya
birokrasi FIB. Entah sudah berapa banyak protes dan ketidakjelasan FIB yang
sudah diorasikan. All ends with nothing! None at all! Mahasiswa kembali
digantung.
Apakah esok jam 10 WIB keputusan yang diambil kan
menggantung warga FIB pada ketidakjelasan? Entah, aku hanya bisa berdoa demi
yang terbaik.
Mungkin akan ada banyak sekali kecaman yang kan diarahkan
padaku terkait tulisanku ini. Aku sadar itu. Tetapi, ini jujur kata hatiku yang
tak bisa ku tahan saat demo ini terjadi. Kita bukan Tuhan teman. Kita semua
termasuk Ibu Dekan hanyalah manusia biasa, tidak lebih. Sebagai manusia kita
boleh marah. Itu alami. Tetapi sebagai manusia kita juga punya batasan. Kita
tidak punya hak untuk mengatakan kata-kata kasar yang diarahkan kepada orang
lain. Kita tidak punya hak untuk menjudge siapapun dengan kata-kata yang di
luar batas kesopanan. Kita mungkin tidak suka dengan sikap beliau, tapi bukan
berarti kita bisa dengan bebas menghina
fisik dan intelektual beliau bukan? Itu semua hak milik Tuhan. Jika kita
menghina fisik dan intelektual beliau bukankah itu sama saja dengan menghina
Tuhan dan ciptaan-Nya? Bukankah itu sama saja dengan menghina diri kita sendiri
sebagai makhluk Tuhan? Di sini bukan berarti aku mendukung Ibu Dekan. Tidak!
Aku juga menuntut perubahan FIB ke arah yang lebih baik! Tapi tolong pahami
dengan baik apa maksudku. Terserah kalian mau pikir aku sok tahu atau kealiman.
Ini kenyataan teman. Bukan hanya aku yang berpikir seperti ini. Banyak anak FIB
lain yang juga berpikir sama. Kita mahasiswa cerdas, tangguh, dan berbudaya,
tunjukkan itu dengan jalan yang benar teman.
Harus seperti inikah? |
Satu lagi, tolong jangan menghina mahasiswa yang tidak
ikut demonstrasi. Ikut atau tidak ikut demo itu pilihan masing-masing. It’s
freedom of choice! Itu hak asasi teman. Ikut demo bukan karena paksaan tapi
karena kemauan kita. Kalau paksaan itu bukan demokratis lagi namanya. Kita
semua menuntut keadilan. Tapi bisa dengan cara kita sendiri asalkan itu tidak
melanggar hukum dan tata krama bukan?
Maaf jika tulisanku kali ini, tidak berkenan di hati
pembaca Mind BoX. Aku sebagai pemilik blog ini mohon maaf yang sebesar-besarnya
jika ada yang sakit hati atau tersinggung dengan tulisanku. Ini hanya
unek-unekku saja. Aku hanya ingin berbagi pemikiran supaya semua mengerti. Aku
harap kalian bisa mengerti. Terima Kasih J
Comments
Post a Comment