Malang, 13 April 2013
Kamu ku anggap sebagai cerminku. Kita berdua lahir di
bulan yang sama hanya berbeda tanggal dan hari. Berdasarkan rasi bintang dan
pergiliran zodiak sudah pasti zodiak kita sama. Tak perlu ku sebut Taurus atau
Virgo. Kamu sudah tahu itu dengan pasti.
Apa yang ku rasakan dapat ku tebak kamu juga
merasakannya. Apa yang ku alami mungkin persis dengan apa yang terjadi padamu.
Apa yang aku pikirkan mungkin terlintas dalam benakmu pula. Aku yakin itu.
Karena kita secara tak terlihat telah terhubung.
Tapi kini aku tak yakin, apakah kita benar-benar masih
terhubung? Apakah kamu masih menjadi cerminku? Semua terasa gelap saat kata
demi kata penuh dusta kamu katakan di hadapanku. Kamu bilang kamu baik-baik
saja. Kamu berkata kamu hanya menggodaku dengan lelucon tak lucumu. Kamu
tersenyum namun memalingkan wajah dariku. Kamu tertawa tetapi air matamu
menggenang. Jangan berpikir jika aku tak tahu. Aku telah menjadi cerminmu jauh
sebelum kamu menyadarinya. Kebohonganmu telah terpancar di diriku.
Jangan buat aku membencimu, cerminku. Kamu memang bukan
cermin ajaib seperti dalam dongeng Putri Salju. Tetapi, aku tahu kamu tak bisa
berbohong. Namun sihir apa yang telah membuatmu terus saja berdusta. Sihir yang
dinamakan egoiskah?
Aku tak bisa menerima kebohonganmu. Itu membuatku muak!
Perutku terasa tak enak bagai menelan sampah. Jika ada sebuah mantra yang dapat
melepas pengaruh sihir bohong darimu. Akan ku relakan menempuh apapun demi
mendapatkannya dan melepaskanmu dari jerat dusta. Aku rela. Aku peduli padamu.
Kini kamu tak lagi menjadi cerminku. Kamu pergi bersama
mereka, sosok yang mungkin kamu anggap lebih mencerminkan dirimu. Apa yang
salah dengan diriku hingga kamu pergi? Oh ya, benar! Aku telah meretakkanmu
secara tidak langsung. Aku kamu anggap merebut bayangan yang kamu cintai. Kamu
memang cermin yang bodoh! Mau saja dikalahkan dengan anggapan salah seperti
itu. Dan kebodohanmu makin menjadi saat kamu mau saja mendengarkan api yang
mereka katakan. Api itu hanya kan menghanguskanmu. Tak membawamu pada kebenaran
yang ada.
Baiklah, jika kamu memang sudah memutuskan tuk pergi,
pergilah. Aku tak akan menahanmu lebih lama. Mungkin bersamaku hanya kan
membuatmu sakit dan hancur. Sudah, aku sudah cukup merasa bersalah
meretakkanmu. Bersama denganmu buatku merasa lemah. Aku tak sanggup menanggung
besarnya rasa bersalah dan khawatirku akan kondisimu yang rapuh. Itu semua
karena aku. Dan kesalahpahaman yang kamu simpan. Andai kamu mau membagi sedikit
bebanmu padaku sebelum kamu pergi. Andai kamu mau berani jujur di saat
terakhir. Hanya berandai... Aku tak berani banyak berharap akan jujurnya
dirimu, cerminku.
Sumber : http://files.myopera.com/baraarthuro/albums/11407182/cermin.jpg |
Comments
Post a Comment