Jogjakarta.
Minggu, 10 Maret 2013
Hari kedua sekaligus hari terakhirku di
Jogjakarta aku isi dengan rencana bertualang di Benteng Vredeburg. Benteng yang
selalu buatku penasaran karena aku tak pernah sekalipun masuk ke sana walaupun
aku sudah 3 kali mengunjungi Jogja. Sebelum berkunjung ke dalam benteng, aku
dan Gita menikmati sarapan bersama di warung emperan Jalan Malioboro. Semangkuk
mie ayam bakso untukku dan semangkuk bakso untuk gita menjadi menu pilihan
kami. Rasanya enak dan berbeda dari yang biasanya aku makan di Malang. Sudah
tak terhitung pengamen yang menghiburku selama prosesi sarapan. Kalau ke Jogja,
jangan heran sama banyaknya pengamen. Ini sudah menjadi khas kota Gudeg. Kata
Gita kalau malam justru pengamennya lebih keren lagi. Musiknya asyik dan
suasananya nyaman katanya. Sayang, aku tak sempat menikmati kota Jogja di malam
hari karena aku harus kembali ke Malang malam itu juga.
 |
Semangkuk Mie Bakso! |
Tancap gas menuju benteng Vredeburg yang
letaknya masih di daerah Malioboro tidak mudah di hari libur karena banyaknya
volume kendaraan. Karena itulah, Gita memarkir motornya agak jauh dari benteng
dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Sambil menunggu Bayu yang belum
datang, aku dan Gita take little tour sebentar di depan istana presiden dan
monumen perjuangan 1 maret. Di depan monumen ada satu patung unik nan aneh
berdiri dengan tegaknya. Patung kaki raksasa dengan akar-akar pohon yang
melilit di bagian atas menjadi sajian yang baru pertama kali itu ku lihat.
Gedung Kantor Pos, Bank Indonesia, dan Bank BNI yang megah dengan arsitektur
bangunan kolonial khas Belanda terlihat sungguh menarik mataku untuk tidak
bergeming memandangi dan memotretnya. Ah aku sangat suka bangunan kolonial!
Pemandangan itulah yang aku cari di Jogja.
 |
Istana Presiden RI! |
 |
Momen di depan monumen perjuangan 1 maret. Terlihat gedung kantor pos dan BI. Ada patung unik di sebelah kiri. |
 |
Momen! |
 |
Pejuang Ijab Qobul! |
Tak lama aku bertemu Bayu yang terlihat
celingukan mencari keberadaan seseorang yang sudah pasti adalah aku dan Gita.
Siang itu dia sendirian tanpa Bayu Adhi yang katanya tidak ikut karena mau
menonton Doraemon. Kami bertiga tanpa membuang waktu lagi, memasuki benteng
Vredeburg dengan membayar tiket masuk seharga Rp 2000/orang. Aku benar-benar
merasa excited sekali bisa berkunjung ke benteng bersejarah itu.
Memasuki benteng, nuansa kolonial terasa dimana-mana.
Sepanjang mata memandang yang terlihat adalah bangunan kuno bersejarah saksi
dari penjajahan Belanda beratus tahun yang lalu. Tiap bangunan menjadi museum
sejarah. Memasuki ruang diorama 1, terdapat berbagai diorama dan benda-benda
bersejarah peninggalan tokoh-tokoh perjuangan. Aku sempat mengambil beberapa
gambar benda-benda unik nan antik yang terpajang rapi di dalam museum.
 |
Gerbang Benteng Vredeburg! |
 |
Pers Kedaulatan Rakyat. |
 |
Entah sudah berapa tahun lamanya mesin cetak koran Kedaulatan Rakyat ini ada! |
 |
Ejaan lama yang unik. |
Setelah mengisi otak dengan sejarah, kami
bertiga berkeliling benteng tanpa arah yang jelas. Banyak sekali bangunan kuno
yang tersebar di dalam benteng. Aku yakin satu dua jam saja dengan cuaca yang
terik tak akan cukup untuk mengeksplorasi benteng tersebut secara keseluruhan.
Aku sempat naik tangga menuju ke lantai dua sebuah bangunan. Tujuanku adalah
mengamati pemandangan dari ketinggian. Saat sedang senangnya aku di atas tanpa
sengaja aku menoleh ke bawah. Dan apa yang ku lihat di bawah benar-benar sempat
menghancurkan mood bagusku. 2 orang lelaki terlihat sedang berpelukan dan salah
satunya dengan entengnya mencium lelaki yang dipeluknya. Aku yang tak terbiasa
melihat yang seperti itu kontan saja menjerit dan berlari menjauh. Kalau mereka
pasangan beda jenis aku tidak akan sekaget itu. Lha yang aku lihat ini kan?
Sudah tak usah dibahas lagi! Tak ada saksi akan ceritaku ini karena Bayu dan
Gita tak melihat apa yang telah aku saksikan.
 |
Bangunan kuno nan unik khas kolonial Belanda. |
 |
Kawasannya luas sekali. |
Mengamati luasnya benteng dari tembok besar
menjadi sajian keren berikutnya yang membuatku lupa akan apa yang telah aku
lihat sebelumnya. Dari atas tembok yang sangat tebal itu, aku bisa melihat pemandangan
benteng berlatarkan langit biru dan awan putih. Bangunan kuno yang berdiri
selama ratusan tahun itu membuat kesan seakan aku tidak berada di Indonesia.
Yang unik adalah di atas tembok besar itu, terdapat tanaman buah yang tumbuh
dengan suburnya.
 |
It's so beatiful sight! |
 |
Seakan aku tak berada di Indonesia. |
 |
Ingin rasanya melihat seperti apa suasana benteng ini saat masih digunakan! Sedamai inikah? |
 |
Ada yang berminat menginap semalam saja? |
Setelah berkeliling di tengah cuaca yang
panas, aku, Bayu, dan Gita memutuskan untuk istirahat dan mengademkan diri di
tempat duduk bertapkan tanaman markisa. Ah sejuk sekali rasanya berada di bawah
penghasil oksigen. Suasana benteng juga tenang sekali karena tak banyak turis
yang berkunjung. Saat kami sedang asyik mengobrol bersama, tiba-tiba saja ada
rombongan muda-mudi yang beberapa diantaranya mengenakan kaos merah bertuliskan
JKT48 menghampiri kami. Aku pikir mereka mau mengusir kami demi berfoto di
tempat yang aku dan teman-teman duduki. Eh ternyata mereka meminta kami untuk
diwawancara mengenai Melody JKT48 yang katanya berulang tahun. Ya ampun dalam
satu hari sudah 2 kali kami bertiga mengalami yang seperti ini. Sebelumnya
sewaktu masih berkeliling di sekitaran bangunan, terdapat 2 gadis remaja yang
memotret aku dan Gita sambil membawa kertas bertuliskan selamat ulang tahun. Banyak
yang ulang tahun ya ternyata! Balik ke wawancara, aku menjawab berbagai
pertanyaan dari fans JKT48 tersebut seadanya saja. Gita sama Bayu malah
menjawab dengan kebingungan karena mereka tak tahu menahu dengan grup gadis
remaja itu. Yah, kasihan juga sih yang mewawancara kami, sepertinya mereka
kurang puas dengan jawaban kami bertiga. Hahaha jelas saja! Aku, Bayu, dan Gita
tidak update info mengenai grup penyanyi semacam itu.
 |
Sebenarnya mau motret jendela. Tapi gak sengaja sosok ini ikut terjepret! :3 |
 |
Suasana benteng saat siang hari dari tempat duduk beratap markisa. |
 |
Menurutku suasananya damai sekali. |
 |
Lampunya klasik! |
 |
Gita and Izza. |
 |
Izza dan Bayu. |
 |
How wonderful! |
 |
Mulai ramai dengan pengunjung. |
 |
Momen berdua bersama Gita. |
Semakin siang suasana benteng semakin ramai.
Aku, Bayu, dan Gita pun sudah merasa lelah dan kehausan. Kamu bertiga
memutuskan tuk membeli es krim di McD MM. Setelah berjalan melewati berbagai
toko dan pasar Beringharjo kami bertiga sampai juga di MM. Dan ternyata MM saat
itu sedang ramai sekali apalagi McD. Memang ya, satu-satunya tempat teradem di
Malioboro adalah MM. Makanya kami bertiga memilih cari es krim di sini
ketimbang di luar.
Satu gelas Mc Float rasa stroberi habis
pertanda kami harus pergi. Bayu yang harus mengambil paket makanan kiriman dari
Ibunya di Bali pergi meninggalkan aku dan Gita yang berencana untuk sholat
dzuhur di masjid UGM. Ini pertama kalinya aku sholat di masjid kampus UGM. Masjidnya
adem banget dan luas sekali. Kalau dihitung ini kedua kalinya aku sholat di
kampus orang setelah hari Jumat lalu aku sholat dzuhur di masjid UNS. Selesai
sholat, rugi juga kalau tidak mengabadikan momen di depan masjid UGM. Dan
jengjeng... inilah beberapa fotoku tepat di depan masjid.
 |
Di depan masjid kampus UGM. |
 |
Me! |
Selesai sholat, tanpa membuang waktu aku dan
Gita meluncur menuju Gramedia yang terletak persis di depan kampus UGM.
Gramedia di sana lebih besar dari Gramedia pusat yang ada di Kota Malang. Buku
yang dijual di sana ada beragam. Kalau sudah masuk Gramedia bawaannya pasti
pengen baca tuh buku sekalian dibawa pulang. Ada satu buku impor yang ingin
sekali aku dapatkan selagi di toko buku itu, Sayang sekali, buku yang berjudul
The Secret Life Of Bees tersebut hanya ada yang versi terjemahan. Akhirnya, aku
tak membeli buku dan hanya membawa pulang 6 kartu pos.
 |
Buku karangan Bapak dosen yang sangat diinginkan temanku Ella. |
 |
Kartu Pos unik! |
 |
Kartu Pos oleh-oleh dari Jogjakarta yang kan segera terbang menuju luar Indonesia. |
Hari semakin sore pertanda malam tak lama lagi
kan tiba. Tidak! Aku belum mau mengucap selamat tinggal
pada Bayu dan Gita sebelum aku pergi ke satu tempat yang selalu ku idamkan dari
dulu, Alun-Alun Selatan Kota Jogja. Why do I want to go there so badly? Karena
aku sering sekali melihat tempat itu di TV dan aku ingin mencoba melewati dua
pohon beringin besar itu dengan mata tertutup. Mumpung lagi di Jogja tak akan
kusia-siakan kesempatan berharga mencoba tantangan itu!
Aku,
Bayu, dan Gita meluncur menuju alun-alun setelah sebelumnya sholat ashar di
kampus UII. Kota Jogjakarta di sore hari benar-benar menawan. Udaranya sejuk
dan langit terlihat indah dengan warna jingganya. Semua terlihat indah saat
senja tiba. Melewai jalan-jalan kecil dengan bangunan kuno yang tertata apik
sekali. Lampu-lampu jalan terlihat mulai dinyalakan, Menembus sebuah gerbang
kuno bagaikan terowongan, Mendapati plang jalan yang bertuliskan aksara Jawa.
Aku suka sekali pemandangan itu.
 |
Jogja di sore hari. |
 |
Nyaman banget hawanya. |
Letak
Alun-alun selatan Kota Jogja ternyata terpencil di tengah kepungan bangunan
tua. Begitu sampai di sana aku langsung takjub mendapati diriku saat itu berada
di tempat yang selama ini hanya bisa ku lihat di televisi. Aku berada di depan
dua pohon beringin besar yang selalu ku damba untuk ku kunjungi secara
langsung. Bagi dua orang temanku Gita dan Bayu, tempat itu sudah biasa mereka
kunjungi jadi ekspresi mereka ya biasa saja. Beda denganku yang memang belum
pernah ke sana. Entah apa mereka bisa merasakan betapa senangnya aku saat
mereka mengajakku ke sana.
 |
Pohon Beringin di alun-alun selatan yang entah sudah berapa ratus tahun usianya. |
Awalnya
aku ragu mau mencoba menaklukan tantangan berjalan melewati dua beringin besar
dengan mata tertutup. Entah mengapa aku berfirasat aku tak akan berhasil melewatinya.
Namun, Bayu dan Gita terus saja menggodaku untuk mencoba dan akhirnya ku
serahkan uang sejumlah Rp 4000 kepada Bapak pemilik persewaan penutup mata demi
sebuah penutup mata. Percobaan pertamaku diwarnai dengan keraguan. Aku terus
melangkahkan kakiku ke arah yang aku pikir depan dengan tanpa mengandalkan
insting atau feeling apapun. Gita dan Bayu mengawasiku selama aku berjalan dan
saat mereka menyuruhku membuka penutup mata voila aku ternyata berjalan menuju
ke arah yang salah. Well, aku gagal di percobaan yang pertama. Dan kegagalan
itu disusul dengan kegagalan lainnya setiap kali aku mencoba. Aku memang
bertanya-tanya kenapa yang aku pikir depan ternyata malah arah yang salah.
Tetapi, mau bertanya juga sama siapa. Jawabannya pun tak jelas.
Gita
ternyata tertantang untuk mencoba melewati dua beringin besar itu. Katanya dia
sama sekali belum pernah mencoba walau ia sering berkunjung ke alun-alun. Nasib
Gita sama sepertiku gagal di percobaan pertama. Namun, ia sempat berhasil saat
ia mencoba lagi. Menurut Gita ada tips untuk bisa melewatinya. Aku lupa apa
tipsnya.
Bayu,
susah sekali membujuk orang ini untuk mencoba. Ada saja alasan yang
diutarakannya saat aku memaksanya untuk mencoba. Aku kesal saja dengannya yang
terus saja menertawaiku saat aku gagal. Sekali-sekali aku juga ingin
menertawainya saat ia gagal melewati tantangan. Setelah terus dipaksa sampai
menjadikan sebelah sandalnya sebagai jaminan, akhirnya ia mau mencoba dengan
terpaksa, Dan setelah berjalan akhirnya saya puas menertawainya yang juga
gagal! Tetapi, memang aku akui dia jauh lebih baik dariku yang tak sampai
mendekati pohon beringin. Bahkan di percobaan kedua dia dengan lancarnya
berjalan lurus menuju celah tanpa berbelok. Tapi pada akhirnya juga gagal
karena ia berbelok saat ia hampir saja melewati celah. Setelah berkali-kali
mencoba ternyata hanya Gita yang berhasil. Ya sudahlah, mungkin kegagalan ini
bisa dijadikan alasan bagiku untuk mengunjungi tempat itu lagi suatu hari
nanti.
 |
Bayu yang sedang mencoba menaklukan tantangan! Eh apa mau ngejar si baju oranye? |
 |
Kenang-kenangan. |
 |
Gita and Izza lagi. |
 |
Trio! |
Setelah
bermain-main dan berfoto di alun-alun selatan, kami memutuskan untuk langsung
pergi makan malam. Semua harus dilakukan secara cepat karena waktu sudah
menunjukkan pukul 6 sore, sejam lagi sebelum keberangkatanku menuju Kota
Malang. Pilihan Bayu dan Gita adalah Sop Ayam Pak Min yang letaknya dekat
dengan pedagang sepatu emperan. Ini pertama kalinya aku makan sop ayam yang
katanya enak itu. Namun sepertinya aku kurang beruntung karena saat aku mencoba
ternyata daging ayamnya alot. Aku tak bisa menikmati makan malamku sama sekali.
Namun ku akui kuah ayamnya memang enak. Biarpun cuma nasi dan kuah, perutku
kenyang kok.
 |
Makan malam terakhir di Jogja. |
Makan
malam selesai artinya aku harus berpisah dengan Bayu. “Cuma sedikit ya cerita
yang kamu bawa ke Malang.” Ucap Bayu saat aku masih menikmati sop ayamku. Glek!
Rasanya dengar kalimat itu bagaikan penyesalan. Jujur aku masih pengen berada
di Jogja, Mainan sama Bayu dan Gita, jalan-jalan keliling Jogja, dan makan
bersama, aku masih pengen banget. Tapi apa daya, aku harus kembali ke Malang
demi perkuliahan. Aku tak bisa berkata apa selain meminta mereka untuk berkunjung
ke Malang jika ada waktu. Akan aku ajak mereka ke daerah wisata di Kota Batu
jika mereka benar-benar jadi ke Malang, janjiku dalam hati. Aku benar-benar
berharap mereka bisa berlibur ke Malang dan menghabiskan waktu bersamaku lagi.
2 hari tak cukup untuk menuntaskan rasa rinduku pada Bayu dan Gita yang sulit
ku temui. Ah! Semoga Allah SWT memberi kesempatan buat kami tuk bertemu di
kesempatan yang lain di kota yang penuh kenangan.
Pukul 7
malam lewat, travel dieng yang kan mengantarku menuju ke kota Malang tiba di
rumah Gita yang ku tinggali selama 2 hari 2 malam. Itu berarti aku kan berpisah
dengan Gita lagi. Pada akhirnya setelah 4 tahun lamanya aku bertemu kembali
dengan Gita di Jogja dan aku harus berpisah lagi di kota yang sama. Sedih
memang. Tapi, perpisahan itu bukan berarti kami tak bisa bertemu lagi tuk
selamanya. Masih ada Bali yang kan mempertemukan kami di hari lebaran nanti.
Aku yakin Allah SWT kan memberi kesempatan tuk bertemu di lain waktu dan tempat
Selama persahabatan kami masih terjalin kuat aku yakin kami kan selalu terhubung
sejauh apapun kami terpisah.
fotonya boleh aku pakai nggak? yang di alun-alun jogja itu.
ReplyDeleteBoleh, tapi tolong cantumkan sumbernya ya. Alamat blog ini saja..:-)
ReplyDelete