Malang, 29 Maret 2013
Ku pandangi lembar demi lembar
kertas berwarna kuning yang berisikan huruf-huruf penunjuk kesuksesan seorang
mahasiswa akan studinya yang ku letakkan di atas meja belajarku. Hanya
memandang sambil menghela napas.
“Apa ya gunanya huruf-huruf ini untuk kehidupanku kelak?”
tanyaku dalam hati.
Sudah hampir 3 tahun aku
menuntut ilmu di universitas yang berlabelkan Entrepreneur University ini, selama
itu pula aku bertanya-tanya “Apa yang
bisa aku lakukan demi orang lain?” Entah apakah ini hanya pemikiranku saja,
namun aku merasa ilmu yang ku dapatkan belum membentuk sebuah manfaat yang
berguna bagi orang lain. Bagi diriku sendiri? Aku sendiri tak yakin secara
materi namun secara moral dan pemikiran ku pikir sedikit banyak semua hal di
sini membuka cakrawala berpikir dan merasa dalam diriku.
Seorang dosen pernah berkata
padaku dan teman-teman saat di kelas kritik sastra “Belajar ilmu harus ada manfaat secara kemanusiaan” (Taufan Hendro
B. ). Tanpa aku sadari, kata-kata tersebut selalu teringat di berbagai
kesempatan. Ini yang aku cari. Manfaat demi kemanusiaan yang ku miliki yang
bisa aku berikan tuk kebaikan orang lain.
Tak ada alasan khusus dengan
pemikiran “aneh” yang menghantuiku ini. Aku hanya ingin tahu untuk apa aku
hidup di dunia ini, apa yang bisa aku lakukan, apa yang bisa aku berikan, dan
untuk apa ilmu yang ku dapatkan dari sekolah. Aku pernah mencoba berbagai hal
demi mendapatkan jawaban dari apa yang ku pertanyakan. Mengikuti organisasi
yang pada akhirnya buatku muak dengan wajah dan tingkah sombong mereka, berkecimpung
ke dalam kepanitiaan, mengikuti beberapa kompetisi tingkat nasional, namun
semua tak memuaskan batinku. Tak ada jawaban, yang aku dapatkan hanya pertanyaan
yang semakin raksasa.
Terkadang aku iri pada
pengamen. Mereka dengan hanya bermodalkan gitar kecil dan suara bisa memberikan
sesuatu tuk orang lain berupa nyanyian. Ini terlepas dari nikmat tidaknya
nyanyian yang mereka berikan. Mereka terlihat senang saat menghibur penumpang
bis yang seringnya merasa terganggu dengan keberadaan mereka. Setidaknya mereka
memiliki apa yang bisa mereka bagikan. Sedangkan aku, aku sendiri tidak tahu
apa yang bisa aku lakukan dan bagikan.
Dimana aku harus mencari
jawaban atas segala pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran dan batinku? Aku terlampau
bingung sendiri. Aku sampai lupa pada hal lain yang digandrungi gadis seusiaku di
luar sana. Apa aku terjebak pada pencarian jati diri? Apa aku menderita karena
krisis identitas? Sudah! Entah tak tau sampai kapan. Akan ku cari jawaban
sampai ku temukan. Aku harap ada yang kan menolongku tuk mendapatkannya.
Di kala penulis
bingung harus melamar pekerjaan menjadi guru les atau tidak.
Comments
Post a Comment