Skip to main content

Hari Ke-4 (Bagian 2) : UAS-ku Terhalang Sepatu


Malang, 04 Januari 2013

            Selamat datang para pembaca #30haribercerita di blog saya yang sederhana ini! Oke, mungkin beberapa di antara para pembaca sekalian sudah tahu bahwa selama program ini berjalan saya selalu posting cerita fiksi. Namun, karena hari ini sangat ‘SPESIAL’ buat saya jadi hari ini saya posting 2 cerita, yang satu masih fiksi yang berjudul Hari Ke-4 : Kepercayaan Dalam Penantian dan satu lagi jujur bukan fiksi sama sekali melainkan pengalaman saya sendiri yang saya alami hari ini juga pada pukul 14.45 WIB di kampusku yang katanya tercinta FIB UB. Saya harap anda sekalian tak merasa kasihan pada saya setelah anda selesai membaca tulisan ini.
            Di hari yang mendung sejak siang ini, aku ‘Izzatur Rahmaniyah’ fokus banget sama yang namanya belajar mata kuliah Kewarganegaraan buat UAS sore nanti di kamar kosku tercinta. Aku rela menghapal berbagai konsep baik tentang HAM, Pancasila, Wawasan Nusantara, sampai cara mengukur Laut Teritorial dan teman-temannya. Aku rela belajar dari pukul 4 pagi sampai kira-kira pukul 1 siang demi kesuksesan menjawab soal UAS. Aku juga rela menulis cerita fiksiku di tengah-tengah semrawutnya isi kepalaku dengan berbagai teori. Singkatnya aku sudah berkorban banyak untuk UAS KWn.
            Setelah selesai mandi dan dandan rapi, aku bergegas menuju ke kampus. Waktu itu jam menunjukkan pukul 14.35. Belum terlambat untukku karena waktu tempuh dari kosku menuju ke kampus hanya 10 menit jika berjalan kaki. Karena di luar becek, aku memilih memakai sepatu selop model kodok. Aku jelas tak mau sepatu sport putih kesayanganku basah dan kotor gara-gara hujan dan becek. Setelah terburu-buru berjalan ke kampus lewat jalan tikus, akhirnya aku sampai tepat pada pukul 14.40 di ruangan 2.2 Gedung FIB UB. ‘Alhamdulillah nggak telat’ batinku. Aku pun sempat mengobrol sebentar dengan @mienthoel di depan kelas. Tak lama pintu ruangan dibuka lalu aku masuk ke dalam dengan ekspektasi aku bisa mengakhiri UAS hari itu dengan senyuman dan perasaan lega bahwa aku bisa menjawab dengan benar.
            Aku biasa duduk di depan kalau UAS. Bukan karena aku sombong, tetapi karena kursi di belakang selalu penuh ketika aku masuk. Kali itu pun dengan tenang aku duduk di kursi nomer 2 dari depan. Ku taruh tasku di sebelah kanan dan menunggu ‘Mbak pengawas’ memberiku soal UAS dan lembar jawaban. Jujur aku nggak punya firasat buruk apapun saat ‘Mbak Pengawas’ berambut panjang itu mendekat ke arahku.
            “Kalau ujian harus pakai sepatu! Itu bukan sepatu tetapi selop.” Ia mengatakan itu tepat di hadapanku dengan jari telunjuk tangan kanannya menunjuk ke kakiku.
            Jujur mendengar ucapannya aku bengong. Kenapa aku? Kenapa di saat ujian sepenting ini orang ini protes soal sepatu? Hello? Apa hubungannya UAS sama sepatu?
            “Silahkan ke bagian akademik! Atau pinjam sepatu milik temannya yang nggak ujian. Tidak boleh ikut UAS kalau tidak pakai sepatu!” protes ‘Mbak Pengawas’ itu lagi padaku yang masih diliputi pertanyaan ‘Kenapa?’
            What?! Mbak itu mengusirku secara terang-terangan di depan teman-teman sekelasku yang didominasi oleh senior! Pas UAS pula. What the.....! Oke, aku tidak mau membuang waktu UASku yang berharga untuk engkel-engkelan sama mbak resek satu itu. Aku langsung berdiri dari kursiku dan keluar dari ruangan. Aku bingung. Aku tidak tahu harus kemana. Pulang ke kos? Oke itu ide yang sangat buruk karena sepatuku ada di dalam kamar yang kuncinya ada di tas. Belum lagi waktu tempuh 10 menit yang amat berharga buat nulis jawaban serenteng panjangnya. Akhirnya ku putuskan untuk ke bagian Kasubag Akademik yang jujur aku tidak tahu letak persisnya dimana walaupun aku sudah 2 setengah tahun kuliah di sini.
            Pikiranku yang kacau membawaku berjalan menuju Gedung Rektorat Lama yang terletak persis di sebelah Gedung FIB. Aku yang bingung mau kemana akhirnya memutuskan untuk bertanya dimana Kasubag Akademik pada 2 mahasiswi yang sedang duduk di tangga. Sialnya, mereka jawab dimana lokasi spesifik dengan kata “kayaknya” yang jujur bikin aku tambah panik. Tanpa pikir panjang aku pergi menuju tangga menuju lantai 2 yang ditunjukkan mahasiswi berkerudung tadi. Di tangga aku bertemu seorang OB yang sedang menyapu. Aku akhirnya bertanya padanya apakah kasubag akademik di lantai 2. Eh, ternyata masnya nggak tahu dan nyuruh aku langsung ke atas. Oke, aku masih sabar dan akhirnya aku menaiki tangga menuju lantai 2. Di atas aku melihat ada Bapak yang kayaknya dia sebagai resepsionis gitu ceritanya. Begitu aku tanya kasubag akademik dimana. Beliau jawab ada di ruangan ujung paling kanan lorong. ‘Alhamdulillah’ batinku. Aku langsung mengisi daftar tamu lalu dengan setengah berlari menuju ke bagian akademik.
Celingak-celinguk ku amati plang nama kantor yang terletak di atas pintu. Lalu sampailah aku di depan ruangan paling ujung yang sebenarnya sering aku datangi. Aku tidak tahu harus bicara pada siapa karena mas-mas yang ada di sana malah mantengin layar komputer. Untungnya aja ada salah satu mas yang biasanya emang stand by di situ datang. Dia malah meledekku saat aku hendak bertanya padanya. Saat ku tanya kasubag akademik dimana? Jawaban darinya sungguh buatku pengen teriak. Ternyata Kasubag Akademik  namanya berubah menjadi Crisis Center UAS dan pindah sementara ke Ruang 1.6 Gedung FIB.  What the??? Jadi usahaku naik tangga, lari-lari kayak orang rumahnya kebakar sia-sia?
Aku langsung berlari menuju pintu keluar lalu turun tangga dan dengan secepat kilat menuju ke FIB. Tanpa buang waktu lagi, aku bergegas ke ruang 1.6. Sampai di sana, aku harus menunggu. Menunggu apa? Menunggu 2 orang petugas CC selesai bicara dengan salah satu dosen Sastra Jepang. Oke, aku berusaha sabar menunggu walau hati ini tak tenang saat aku sadar melewatkan waktu ujianku. Setelah sensei itu pergi, aku memberanikan diri untuk bicara pada Bapak petugas berkacamata dan Ibu petugas berkerudung.
“Pak, saya nggak boleh ikut Ujian gara-gara pakai selop.” Ucapku gamblang dengan nada sedih.
Kedua petugas itu langsung melihat kakiku dan tahu reaksi apa yang ku dapat?
“Jelas nggak boleh!” ucap Bapak petugas berkacamata tanpa sedikitpun merasa kasihan padaku. Sedangkan si Ibu petugas berkerudung hanya cuek dan mengalihkan perhatiannya dariku.
What? Cuma itu? Aku berusaha memohon untuk dibolehkan ikut ujian. Namun, reaksi yang ku dapat sama. “AKU DICUEKIN REK! TEGO NEMEN! GAK ROH TA LEK AKU IKI DI UJUNG JURANG KEGAGALAN UAS KWN! AKU YA NGGAK MAU NGULANG TAHUN DEPAN!”
Aku pengen marah! Pengen Protes! Tapi aku sadar kalau aku memang salah pake selop pas UAS. Tapi ya nggak gitu juga kali! Kasih aku surat pernyataan kek! Apa kek supaya aku punya bukti kalau aku diijinkan ikut UAS! Aku kecewa berat dan akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan mencari alternatif lain yaitu pinjem sepatu temenku.
Lagi-lagi aku celingukan di FIB. Aku mencari temen-temenku yang sekiranya rela sepatu mereka aku pinjam selama 100 menit. Alhamdulillah ketemu rek! Tepat di depan FIB UB aku bertemu dengan Kurun, Mitha, Icha dan Merry. Syukur ada temen yang ku kenal baik. Dengan nada memohon dan penuh kepanikan ku ceritakan semua yang terjadi padaku pada mereka berempat. Mendengar ceritaku reaksi pertama mereka adalah ‘Siapa orang yang tega ngusir kayak gitu?’ Banyak hal yang mereka tanyakan dan proteskan. Aku pun memohon untuk dipinjamkan sepatu salah satu dari mereka. Sepatu yang entah jenis apa, pokoknya model sepatu kantoran tetapi terbuat dari plastik yang dikenakan Icha jadi pilihanku. Tapi, ia berencana mau pulang dan ia tak yakin akan muat jika aku pakai. Oke batal! Akhirnya Merry si cantik yang terlihat amat iba padaku menawarkan sepatu yang ia kenakan. Aku sempat ragu apakah dia akan baik-baik saja jika sepatunya aku pinjam. Ternyata dia ikhlas minjemin sepatunya. Alhamdulillah rek masih ada orang sebaik dia. Tanpa pikir panjang aku mengenakan sepatu Merry yang girlie abis. Aku sudah tidak peduli jenis sepatu apa yang penting aku bisa ikut UAS!
Naik ke atas tangga menuju lantai 2 dengan sepatu tinggi, jujur bikin aku repot banget! Berkali-kali aku harus mengaitkan sabuk sepatu itu supaya tak terlepas. Aku pun menuju ruang 2.2 dengan langkah yang super hati-hati supaya aku tidak terjatuh. Begitu aku masuk ke ruangan, deng...ujian telah dimulai. Satu hal yang bikin aku sebel pas masuk ruangan. Ternyata mbak itu nggak merhatiin sepatu yang aku kenakan! Dia malah ada di belakang! Tanpa merhatiin aku! Sumpah sikapnya bikin aku pengen teriak “NIH SEPATUKU! PUAS?! Namun, aku berusaha fokus ke UAS. Waktuku banyak habis gara-gara persoalan sepatu itu. Aku tak mau waktuku menjawab soal UAS semakin sedikit gara-gara sepatu. Akhinya aku mengambil lembar soal dan jawaban lalu duduk kembali ke tempatku. Aku lalu mengerjakan soal KWn yang alhamdulillah bisa aku kerjakan.
Eh, kayaknya dia sempet merhatiin sepatuku pas aku absen tanda tangan! Jujur aku tak mau melihat wajahnya lagi saat ‘Mbak petugas’ resek plus jutek itu ada di hadapanku. Sudah cukup kesal dan capek aku dibuatnya hari ini. Entah ekspresi muka apa yang ia tunjukkan saat melihat kakiku dengan sepatu ala putri itu. Aku tak mau UASku terganggu!
Satu hal yang aku pelajari hari ini “Kenakanlah Sepatu Selalu Saat UAS!” Walaupun jenis dan model sepatu tak ada hubungannya dengan kebisaan dalam menjawab soal, lebih baik buat mahasiswa FIB UB camkan aturan ini! Oke, sekian!

Comments

  1. astagaaaa aku jadi takut...aku pakek crocs yg malindi itu lho...gpp a gitu itu?

    ReplyDelete
  2. aduh model yang mana tuh? kalo yang model kodok itu gak boleh wai. Tapi. yang model sepatu flat gak masalah. Cari aman sajalah, aku kapok gara-gara tadi.

    ReplyDelete
  3. Ehh bner2 yaaa.... sabar ya za... mbok yo kasian gtu lho,,situasi hujan,,mbokya ngerti..

    ReplyDelete
  4. Aku tadi liat kamu lari-lari di jalan antara FIB-rektorat, mau nyapa tapi kamu kok kayak bingung, oh ternyata ada masalah ini.

    Semoga UASnya ga mengecewakan. Amin.

    Btw keren banget sehari kamu bisa posting 2x :O

    ReplyDelete
  5. @Fania : Tahu tuh si 'Mbak' sama Petugas CC... pas diusir itu rasanya..kayak gak dihargai sebagai mahasiswa. Ya udahlah.. anggap aja pengalaman fan, jangan sampe deh ada yang ngalamin kayak gini.

    @Fakhri : haha...terima kasih, amin buat doanya. Terima kasih buat kejadian sepatu, aku jadi mood posting 2 cerita... :D

    ReplyDelete

Post a Comment

What's Popular Here?

Contoh Surat Lamaran Menjadi Asisten Dosen Berbahasa Inggris

For you who still get confuse in writing application letter for being lecturer assistant, this post will help you to write it. This is kind of application letter in English. Actually, there are some versions of the letter patterns. This one is the example that I got from my senior. You can use it. You may also revise it as you need. Good Luck with your application! Izzatur Rahmaniyah Jl. Gunung Antah Beranta No.99 Fiore Island +6281 XXX XXX XXX XX_XXl@yahoo.co.id October 30 th , 2012 Mrs. Erza Scarlet Lecturer of English Program Department of Language and Literature Faculty of Culture Studies Dear Madam, I am very much interested in the open recruitment on Faculty of Culture Studies that you are looking for some Assistants Lecture with requirements; GPA > 3.00, minimum in fifth semester, curriculum vitae, and letter of recommendation. I am a student of 5th semester with GPA X,XX. I am very self motivated, have willing to learn new things and work ha...

Ceritaku di Bandara Juanda #KKN

Malang, 24 Agustus 2013 Mungkin apa yang aku ceritakan di sini menjadi pengalamanku yang pertama dan terakhir. Sebulan lamanya aku berada di tempat itu. Selama itu pula banyak hal-hal baru yang ku hadapi. Ya, pengalaman KKN atau bisa dibilang pengalaman magangku di Bandar Udara Internasional Juanda menjadi satu kenangan tak terlupakan yang ku alami tahun ini. Siapa yang menyangka mendapat kesempatan magang di Bandara Juanda akan membuka mataku seperti apa dunia lain itu. Hari Senin tanggal 01 Juli 2013, secara resmi aku telah masuk ke dunia kerja bersama dengan teman-temanku yang lain. Gedung Angkasa Pura I Bandara Juanda menjadi saksi bisu perjuangan kami menyelesaikan mata kuliah KKN. Awalnya nervous saat berada di gedung itu untuk pertama kalinya. Takut jika aku akan melakukan kesalahan di hari pertama. Tetapi saat berada di sana, takjub juga rasanya. Hari itu untuk pertama kalinya aku melihat deretan-deretan pesawat besar yang parkir di gedung AOB. Yea,,,that was my first ...

Sikap Positif Demi Pendidikan Bangsa Indonesia (Esai Karangan Izza)

Assalamualaikum pembaca sekalian. Lama ya gak corat-coret di sini,,,hehe. Kali ini aku mau sharing beberapa tulisanku. Salah satunya esai ini. Tujuan posting ini sih karena ibadah. Maksudnya bagi-bagi ilmu buat dimanfaatkan khalayak umum. Esai ini sempat menempati ranking 23 di salah satu kompetisi esai tingkat nasional yang diselenggarakan di Surabaya. Ini masih amatir banget buatnya. Tapi ketimbang membusuk di hardisk laptop mendingan dijadikan referensi aja ya kan? Kalian boleh copy paste esai ini.. ASAL! mencantumkan nama penulis dan sumbernya. Say NO to Plagiarism! Sikap Positif Demi Pendidikan Bangsa Indonesia Polemik pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang sederhana. Ada begitu banyak permasalahan pendidikan di negeri ini yang membutuhkan penyelesaian. Permasalahan tersebut tidak hanya berupa permasalahan anggaran pendidikan namun juga merambah ke peraturan perundang-undangan mengenai pendidikan dan sistem pendidikan. Penyebab dari permasalahan yang muncul pun bermacam...