Negara, 26 Januari 2013
“Hei kamu di sana!” teriak seseorang dengan suara yang familiar di
telingaku.
Aku menoleh ke belakang. Tak ada siapapun di sana. Ku perhatikan sekitarku
sekilas. Tidak ada siapapun pula. Hanya ada meja yang dipenuhi kertas acak,
kasur yang sepreinya tak beraturan, bantal dan guling yang berada di atas
lantai, dan aku yang duduk diam di kursi merah dengan mata bengkak berair.
“Sampai kapan kamu seperti ini?” terdengar suara itu lagi.
Suara itu yang jelas suara seorang perempuan. Perempuan muda yang mungkin
seusiaku. Ku perhatikan sekitarku dengan pandangan kabur mencari sumber suara.
Tak kutemukan dari mana asal suara itu. Ku usap kedua mataku yang berair. Ku
jepit poni rambutku supaya tak menghalangi pandangan. Masih tak ku temukan
siapa pemilik suara itu. Aku rebahkan tubuhku di kasur. Mencoba untuk
memejamkan mata. Berpura-pura seakan tak terjadi apa-apa.
“Kamu hanya diam! Tak bisa apa-apa! Mata merahmu menjadi bukti
ketidakmampuanmu!”
“Diam!” aku berteriak. Aku lemparkan bantal tidurku ke arah pintu. Aku
mencoba menutupi kedua telingaku dengan guling. Kembali mencoba memejamkan mata
kali ini dengan sedikit memaksa.
Aku ingin tidur. Aku ingin pergi ke dunia mimpi yang jauh lebih indah dari
dunia nyata yang menyakitkan. Dunia dimana tidak ada yang kan mengejekku. Dunia
menyenangkan dimana aku bisa bermain bersama teman-teman yang sayang padaku.
Tidak bermain dengan mereka yang hanya menghujatku karena gigiku berkawat.
Tidak bermain dengan mereka yang menganggapku perempuan miskin karena tidak
memiliki handphone canggih. Tidak bermain dengan mereka yang selalu
membicarakan kejelekanku pada orang lain. Tidak bermain dengan mereka yang
tidak menganggapku ada. Tidak bermain dengan mereka yang selalu menganggap diri
mereka jauh lebih hebat. Tidak! Aku tidak mau bermain dengan orang dunia nyata
semacam itu!
“Itu dia masalahmu! Kamu kabur ke dunia mimpi yang selamanya hanya akan
menjadi mimpi! Kamu harus bangkit! Berani! Lawan mereka! Lawan orang-orang yang
menyiksamu di sekolah!” teriak suara itu lagi.
“Diam kamu! Memangnya semudah itu? Kamu tahu apa?” teriakku.
“Aku tahu! Sangat tahu! Aku yakin kamu bisa melawan perlakuan mereka. Yang
kamu butuhkan adalah keberanian. Jangan biarkan mereka menyiksamu lebih kejam
lagi!”
“Aku tidak memiliki hal itu! Aku lemah! Aku tidak bisa apa-apa untuk
melawan mereka. Aku hanya bisa diam saat mereka mempermalukan aku di depan
semua orang hanya karena gigiku berkawat. Aku hanya bisa menangis saat mereka
mengejekku karena wajahku tak cantik. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku saat
mereka meledekku dengan memakai nama ayahku. Aku sakit hati! Aku marah
sekaligus sedih dengan perlakuan mereka terhadapku. Tapi aku bisa apa?
Keberanian tuk bisa berhenti menangis pun aku tak punya!” ucapku penuh emosi
pada suara itu.
“Apa maksudmu? Keberanian selalu ada padamu selama ini! Buktinya kamu
dengan berani membela temanmu yang tak bersalah saat ia dituduh mencuri oleh
mereka. Sudah banyak hal yang kamu lakukan demi orang lain dengan keberanianmu,
aku. Sekarang, waktunya kamu gunakan keberanian itu untuk dirimu! Jangan
biarkan aku hanya berjuang demi orang lain. Ayo bangun! Bangun dari mimpimu!
Tidak akan ada yang berubah jika kamu hanya diam!”
“Kamu? Keberanianku?”
“Aku sudah lama berjuang bersamamu. Kali ini pun biarkan aku berjuang
melawan bullying bersamamu.”
Ku buka kedua mataku. Ku lihat langit-langit kamarku yang telah diisi dua
tiga sarang laba-laba. Ku lihat jam dinding spongebob yang jarumnya menunjuk
angka 6. Ah, rupanya sudah pagi. Aku bangkit dari kasurku lalu mengambil
handphone yang tergeletak begitu saja di atas lantai yang berdebu. Handphone
lawas itu masih hidup. Layarnya pun menunjukkan 17 miscall dan 15 pesan singkat
dengan jelasnya. Dengan mata yang setengah terbuka aku membaca satu pesan
singkat terbaru dari Rizal yang masuk ke handphoneku pukul 05.30 pagi ini.
‘Kila, sekolah lagi donk! Kamu
nggak pengen berangkat bareng ke sekolah naik sepeda sama aku lagi?Oh iya, btw
genk cewek gila itu udah dikeluarin dari sekolah gara-gara video dia mukulin anak
sekolah sebelah. Aku juga berani ngasih testimoni lho ke Kepsek soal perlakuan
mereka sama kamu. Jadi bukti mereka bersalah semakin kuat. Jangan muji aku ya
kalau ketemu nanti. Ini kan sudah tugas aku sebagai sahabat baik kamu dan calon
KETUA OSIS paling cakep seantero Negara!’
‘Aku mulai sekolah hari ini zal! Tapi, sebagai ganti atas kecurangan kamu
yang mengambil mangsaku, kamu harus mencalonkan aku sebagai wakilmu. Tenang
saja, kamu gak bakal rugi. Karena misiku adalah melawan tindakan bullying di
sekolah dan membela hak korban bullying.’
Message to Rizal Sohib sent...
***
P.s à hai teman-teman #30HariBercerita, sorry mestinya cerita
ini aku posting kemarin. Sayangnya, di Bali sinyal modemku payah jadinya musti
ganti nomer dulu dan itu baru terjadi hari ini. Well, semangat hari ke #26 eh?
27 denk..
Comments
Post a Comment