Negara, 16 Januari 2013
“Dek, bukunya jangan dirobek ya. Ini gambar aja pake crayon ini!” ucapku
pada keponakan perempuanku yang baru berusia 5 tahun sambil menyodorkan satu
kotak crayon warna-warni.
“Masalah buat loe!” sahut Alya padaku.
Jleb! Aku terperangah, terkejut, dan tak menyangka dengan respon yang aku
terima dari keponakan kecilku yang manis dan imut itu. Ada apa gerangan sampai
ia dengan gamblangnya bicara layaknya orang Jakarta? Aku sangat yakin kakak
sepupuku beserta suaminya yang notabene bukan orang Jakarta tidak mengajarkan
gaya bicara seperti itu pada Alya. Aku juga yakin lingkungan keluarga kami yang
selalu bicara menggunakan Bahasa Indonesia campur Bali yang baik tak mengajarkan gaya
bicara seperti itu. Lalu darimana gaya bicara Alya yang “tak sopan” menurut
keluarga kami itu berasal?
***
Saat aku dan Mamaku sedang memasak di dapur setelah kejadian “Masalah buat
Loe"...
“Ma, tadi Alya ngomong kayak orang yang di sinetron-sinetron TV itu lho Ma.
Masa’ dia ngomong “Masalah buat Loe!”
ke Rahma tadi. Rahma kaget kok bisa Alya ngomong gak sopan kayak gitu.” ucapku pada
Mamaku yang sedang mengupas bawang merah di dapur.
“Gak cuma Rahma aja yang kaget. Mama juga kok. Dia juga bilang kayak gitu
ke Mama waktu Mama minta dia buat mandi. Mama heran darimana dia bisa bicara
seperti itu.”
“Terus, Mama nggak komplain sama Kak Riska?” ucapku sambil membantu Mama
memotong cumi-cumi untuk dibuat masakan.
“Mama, takut dia tersinggung. Nanti dia mengira Mama kalau Mama mikir dia
tidak bisa mengajari anak dengan baik. Repot Rah.”
“Ya juga sih Ma, Rahma takut kalau Alya bakal bicara lebih nggak sopan dari
ini. Mana gaya bicaranya ala presenter acara talk show di TV lagi. Masa’ iya sih dia belajar bicara
seperti itu dari TV?”
***
Saat ini jam tangan hitam di pergelangan tanganku tepat menunjukkan pukul
10 pagi. Jam dimana murid TK Suka Cita seperti Alya pulang sekolah. Aku sengaja
menunggu Alya dari depan pagar rumahku karena aku ingin mengantarnya pulang.
Ya, TK tempat Alya sekolah berada tepat di depan rumahku. Hari ini aku ingin
memastikan gaya bicara Alya. Apakah ia masih bicara tak sopan seperti kemarin?
“Al, Tante Rahma anter pulang ya?” ucapku pada Alya yang baru saja keluar
dari TK
“Alya dijemput Bunda Tante.” ucapnya dengan gaya bicara layaknya anak
kecil.
Mendengar jawaban dari Alya yang seperti itu buatku sedikit lega. Aku pun
mencoba mengajaknya ngobrol tentang sekolahnya dan teman-temannya. Alya bicara
dengan sopan walaupun nada bicaranya agak centil. Syukurlah Alya bicara dengan
baik batinku. Sambil menunggu Kak Riska, aku mengajak Alya membeli es krim di warung
kecildekat TK. Alya masih sibuk memilih rasa es krim apa yang akan ia pilih. Sembari
menunggu Alya selesai memilih, aku memperhatikan 2 anak perempuan kecil
berseragam sama dengan Alya duduk di depan warung sambil mengemut lolipop. Aku
pikir Ibu-Ibu yang sedang asyik mengobrol di sebelah mereka itu adalah Ibu
mereka.
“Masalah buat Loe!” teriak seorang
gadis kecil berseragam sama dengan Alya pada gadis kecil lain yang meminta
permen padanya.
Eh? Apa aku tak salah dengar? Itu kan
kata-kata yang sama dengan Alya ucapkan kemarin!
“Sarah! Ibu kan sudah bilang jangan
bicara seperti itu lagi! Kamu pasti belajar dari TV ya? Kamu mau Ibu hukum? Ayo
pulang!” ucap Ibu berkerudung hijau itu pada anak yang bicara tak sopan tadi.
Ia pun menggandeng anak itu dan berlalu begitu saja.
Aku kembali terkejut dengan ucapan “Masalah
buat Loe!” yang aku dengar dari anak kecil itu. Aku tak habis pikir bagaimana
anak sekecil itu tahu kalimat yang sering diucapkan salah satu presenter acara
TV? Ibu tadi bicara soal TV. Apa mungkin hal yang sama juga terjadi pada Alya?
“Alya jawab Tante ya. Alya sering
nonton TV nggak di rumah?”
“Nggak kok Tante. Bunda nggak ngasih
Alya nonton TV.”
“Terus, Alya kok bisa ngomong kayak di
TV sih?”
“Alya denger dari TV pas Bunda nonton
Tante.”
Jedar! Sudah kuduga ini berasal dari
TV bagaimanapun juga.
“Terus, Bunda marah gak kalau Alya
ngomong kayak gitu?”
“Iya, tapi cuma sebentar. Ayah yang
marah banget sama Alya sama Bunda.”
“Oh begitu, terus Bunda masih gak
nonton TV?”
“Udah nggak Tante. Ayah sudah menjual
TV-nya. Ayah marah sama Bunda kalau Bunda nonton TV.” ucap Alya dengan polosnya.
‘Cara cerdas Mas Adam! Aku mendukungmu!’ batinku
Akhirnya aku mengetahui asal muasal
bagaimana Alya bisa dengan gampang nya bicara tak sopan seperti presenter
nyentrik sebuah stasiun TV swasta itu. TV! Itulah sumbernya! Ditambah dengan
perilaku orang tua atau anggota keluarga yang sungguh sampai hati memberi contoh yang tak baik pada
anaknya (Parahnya dalam kasus Alya itu berasal dari Sang Ibu). Memang bagus
melarang anak menonton acara TV yang tak mendidik. Tapi, kalau ternyata orang
tuanya malah nonton acara TV tak mendidik seperti itu apa bisa disebut sebagai
orang tua yang memberi contoh baik pada anaknya? Apa yang orang tua lakukan itu
selalu dilihat, didengar, dan ditiru oleh anak-anaknya. Seperti kata pepatah
buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Jadi, masih mau menganggap remeh kekuatan
mimikri atau peniru anak kecil? Apa mau anaknya nanti seperi Alya yang bicara “Masalah
buat loe”?
Marilah para orang tua dan calon orang tua di masa depan, behave properly
in your daily life even without your children’s noticing. Kelihatan gak kelihatan beritikadlah yang
baik karena sesungguhnya anak-anakmu melihat, mendengar, dan menirumu.
P.s : Cerita ini sungguh cuma fiksi belaka, Kesamaan nama tokoh, tempat dan jalan cerita sungguh hanya kebetulan dan sama sekali tidak disengaja.
P.s : Cerita ini sungguh cuma fiksi belaka, Kesamaan nama tokoh, tempat dan jalan cerita sungguh hanya kebetulan dan sama sekali tidak disengaja.
Comments
Post a Comment