Malang, 12 Januari 2013
Di sabtu pagi
yang cerah, Izza yakni aku sendiri memutuskan untuk pergi ke Terminal Arjosari.
Sebenarnya kepergianku ke Arjosari sudah direncanakan sejak hari Kamis lalu,
namun baru bisa aku lakukan hari ini. Wait a second? What do you plan by going
to there? Bukan untuk mengamen ataupun jualan kok. Aku ke sana cuma buat beli
tiket bus malam. Tiket bus malam? Yup, I am going to go home that is Bali
Island tomorrow evening. Setelah makan, nonton anime, dan mandi, akhirnya aku
berangkat dari rumah kosku di Kertopamuji 45 menuju ke Arjosari lewat kampusku.
Lho? Kenapa lewat kampus? Mau tahu? Terus baca sampai habis ya...
Masih ingat
dengan postinganku tentang kartu pos bukan (Hatiku di Kartu Posku)? Nah, before I leave to go to
Arjosari, I planned to send my postcards. 2 kartu pos itu bertujuan kepada
member Card to Post di Jakarta Timur dan Solo. Setahuku kantor pos terdekat itu
ya ada di kampusku. Aku pun sudah sering kirim paket, surat, sampai kartu pos
ke 3 negara lewat kantor pos itu. That’s why I went to my campus. I needed to
send my postcards from that post office.
Oke, begitu
sampai di kantor pos yang mungil itu aku langsung saja memberikan kedua kartu
posku pada ibu petugas ‘subur’ (baca : gemuk) yang wajahnya sangat familiar.
But, when I would leave that place as soon as possible after I gave her my
postcards, she told me to wait! ‘Degg... what’s wrong with my postcards?’ I
thought. Akhirnya, aku tak jadi keluar dan masih berdiri di depan si Ibu
petugas subur. Aku lihat si Ibu memperhatikan alamat dan perangko yang menempel
di kartu pos itu. Aku bilang saja itu kartu pos buat ke Solo. Ku lihat kerutan
di dahi serta mata yang disipitkan terlukis di wajah si Ibu petugas subur itu
saat mendengar jawabanku. ‘Oww..what’s wrong this time?’ I thought.
“Kemarin itu
ada yang kirim kartu pos ke luar.” ucap si Ibu petugas subur itu sembari mengalihkan pandangannya kepada si Ibu petugas kurus yang duduk tepat di sebelahnya.
“Oh,
alhamdulillah terkirim kok bu!” jawabku girang dengan senyuman lebar di wajah.
“Tetapi, perangkonya kurang.” sahut Ibu
petugas kurus.
Eh? Kurang? Senyumku
langsung buyar begitu denger ucapan tuh si Ibu petugas kurus.
“Lho, setahu
saya harga perangko ke luar Rp 5000 Bu.” ucapku innocently
“Enggak! Ke
Malaysia saja paling kurang itu Rp 6000 perangkonya.” ucap si Ibu kurus lagi.
“Sejak kapan
ada kebijakan kayak gitu Bu?” tanyaku dengan nada innocent dan ramah yang agak
dipaksakan.
“Sejak kapan?
Ya sudah lama.” jawab si Ibu petugas kurus yang ekspresi wajahnya cukup
menyebalkan.
“Oh begitu ya.
Terima kasih bu!” ucapku pada kedua Ibu petugas itu lalu pergi dari kantor pos.
Percakapan dengan kedua petugas itu, semakin lama buatku semakin malas berada
di sana berlama-lama.
Setelah pergi
dari kantor pos, aku berjalan menuju ke ATM BRI yang terletak di Gazebo kampus.
Sepanjang jalan aku terpikir ‘Oke-oke aja tuh pake perangko Rp 5000. Buktinya 3
kartu posku sampai di negara tujuan dengan selamat! Mulai sekarang aku tidak
akan mengirim kartu pos ke luar negeri lewat kantor pos itu lagi! Pasti nanti
dicegat!’. Dengan keyakinan baru di dada aku bertekad untuk mengirimkan kartu
pos lewat kantor pos yang berbeda di setiap kesempatan supaya tidak dikomplain
sama petugasnya. Selain itu aku meyakinkan diriku sendiri. Terserah si petugas
mau komplain seperti apa pokoknya kegiatan kirim mengirim kartu posku tidak
akan mandek gara-gara mereka! Harus itu!
Izza’s Side Story After Sending
Postcards....
Aku beneran merasa goblok banget pas teringat sama ucapan
si Ibu petugas subur yang ini nih “Kemarin itu ada yang kirim kartu pos ke luar”.
Oke dengan girangnya aku jawab begini “Oh, alhamdulillah terkirim kok bu!”
kalian merasa ada yang aneh gak sama ucapanku ini? Jawaban ini secara gamblang
menyatakan bahwa orang itu adalah aku padahal si Ibu nggak bilang orang itu
siapa. Ucapan si Ibu itu juga mengindikasikan kalau dia tidak tahu kalau itu
aku. Dan bodohnya kenapa aku yakin banget kalau itu aku. Oh My God, walaupun
aku yakin orang itu adalah aku, tetapi tidak seharusnya aku mengatakan kalimat itu!
Itu sama saja aku mengaku. Ah, sudahlah! Lain kali aku akan mengirimkan kartu
posku lewat box surat saja supaya tidak bertemu si Ibu petugas itu lagi. Aku
tidak punya muka lagi untuk bertemu dengannya.
Oke, berkat kejadian ini aku punya pesan untuk teman-teman
postcrosser atau card to post. Lebih baik eh bukan... jauh lebih baik lagi jika
kalian mengirimkan kartu pos lewat box bus surat yang warnanya orange itu lho.
Lebih aman, gak engkel-engkelan sama petugas pos, dan terjamin berapapun harga
perangko yang kalian tempel bakal diterima saja. Tenang saja! Kata temenku yang
juga postcrosser, box surat itu selalu dibuka setiap hari. Jadi, InsyaAllah
kartu pos atau surat kalian gak bakal semedi di dalam box surat. At last, let’s
give our heart to beloved one by sending a postcard guys!
Hihi iya emang setahuku sih kalo kirim ke luar itu pake perangko yang 6.000 za, perangkonya ada bunga warna merah-kuning kalo ga salah.
ReplyDeleteKalo ga salah lo ya.. Soalnya uda lama banget ga snail-mail-an :p
katanya sih gitu fakh, tapi pake yang 5 ribu juga gak masalah kok asal jangan dicegat sama petugas aja.. :)
ReplyDelete