Malang, 24 Oktober 2011
Aku benar-benar tak sanggup menahan kesedihan dan air mataku saat aku menulis tulisan ini. Saat aku menulis ini, aku benar-benar merasakan penderitaan orang miskin yang kelaparan dan tak punya uang untuk membeli makanan untuk dimakan. Aku benar-benar merasakannya, bagaimana menjadi seorang survival untuk hidup di tengan lingkungan yang bergelimpangan makanan. Aku benar-benar kelaparan.
Ini semua terjadi karena aku kehilangan dompet serta uangku. Karena itulah aku tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan untuk ku makan. Kalaupun ada uang, semua uang itu berupa uang receh pemberian Ibuku sebelum aku berangkat ke Malang. Itupun jumlahnya tidak banyak dan hanya bisa digunakan untuk membeli air minum ukuran 600 ml. Bisa kalian bayangkan bagaimana keadaanku? Aku harus bertahan sampai kakakku datang dan membawakan uang untukku. Bagaimana pun keadaannya aku harus menghilangkan rasa laparku. Aku pun memakan makanan instan yang masih ada di kamarku seperti mie instan dan minuman sereal. Aku memakan itu semua tanpa dimasak terlebih dahulu karena aku tidak memiliki alat masak di kamarku. Aku hampir saja benar-benar menangis saat ku tunggu kakakku tapi beliau masih belum datang ke kos-ku. Aku ketakutan jika membayangkan kakakku yang tak jadi datang. Aku takut membayangkan nasibku besok, padahal besok adalah hari yang paling sibuk buatku.
Alhamdulillah, Allah SWT memang Maha Bijaksana. Tak lama kakakku beserta istri dan kedua anaknya datang mengunjungiku. Mereka datang dan membawakanku krupuk ikan beserta sejumlah uang. Aku sungguh bersyukur mereka datang di saat yang tepat. Aku jadi tidak takut kelaparan lagi. Aku sungguh berterima kasih pada keluargaku yang selalu membantuku di saat sulit seperti ini.
Terima kasih banyak kepada orang tuaku beserta kakak-kakak dan adikku yang selalu mendoakan dan mengkhawatirkan aku. Berkat musibah yang aku alami, aku mendapat beberapa pelajaran yang berharga.
Comments
Post a Comment