Malang, 10 Juli 2011
Sejak kemarin aku bersama dengan kedua orang tuaku berada di rumah almarhumah nenekku di Kepanjen. Hari ini adalah hari terakhir aku berada di rumah ini. Bagiku, rasanya sangat menyenangkan berada di rumah ini. Bangunannya yang sangat besar dan luas serta arsitekturnya yang bergaya Belanda membuat rumah ini terasa begitu klasik. Berbagai benda antik juga tersedia di rumah ini, mulai dari jam lonceng tua, meja rias antik, serta meja dan kursi batu granit. Sayangnya, setelah sepeninggalnya nenekku pada bulan Desember tahun 2010 rumah ini menjadi tidak terawat dengan baik lagi seperti dulu. Hampir semua kusen jendela lapuk, atapnya banyak yang berlubang, debu dimana-mana, serta taman samping yang biasanya penuh bunga sekarang menjadi gersang. Sedih melihat kondisi rumah ini sekarang, padahal sewaktu aku masih kecil dulu, rumah ini terlihat begitu megah, mewah dan terawat dengan baik. Apalagi sebentar lagi rumah ini akan dijual oleh paman dan bibiku. Sayang sekali rasanya bila rumah bersejarah tempat dimana ibuku lahir dan dibesarkan pindah ke tangan lain. Ketika aku melihat wajah ibu serta bapakku yang menyesali hal ini, aku jadi sering bertanya-tanya “Haruskah mereka menjual rumah ini?” “Kenapa harus dijual?”
Aku memang jarang berkunjung dan menginap di rumah ini. Sejak dulu hanya sekali dalam setahun aku berkunjung ke rumah ini. Namun, aku tetap menyayangi rumah ini. Tempat dimana aku selalu menghabiskan liburan panjang bersama dengan almarhumah nenekku. Aku kira tidak akan pernah ada ide yang menyatakan bahwa rumah ini akan dijual. Karena sepengetahuanku, seluruh anggota keluarga ibuku sangat mencintai rumah ini. Namun, seiring berjalannya waktu entah karena alasan apa, mereka memutuskan untuk menjual rumah ini. Yah...apa boleh buat, jika memang itu keputusannya aku tidak bisa berbuat apa-apa. Semoga saja keputusan yang mereka ambil merupakan keputusan yang terbaik untuk semua.
Sebelum rumah ini benar-benar dijual, aku sempat mengabadikan rumah ini dalam bentuk foto. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk bisa mengenang keberadaan rumah bersejarah peninggalan penjajahan Belanda ini.
|
Nama Kakekku. |
|
Rumah Kakek dan Nenekku tampak depan. |
|
Rumah tampak samping. |
|
Bagian dalam rumah. |
|
Kondisi rumah ini yang tidak terawat. |
|
Pompa air kuno yang biasa aku jadikan tempat bermain sewaktu kecil dulu. |
|
Meja rias antik peninggalan Kakek dan Nenekku. Ini benda kesukaanku. |
|
Jam lonceng kuno dan antik. Semoga Ibuku yang mewarisinya. |
Hanya satu keinginanku, aku ingin agar rumah itu tidak pernah dijual supaya aku tetap bisa berkunjung dan mengenang keberadaan almarhumah nenekku. Bagiku walaupun nenekku sudah tiada, rumah itu adalah bukti bahwa nenekku pernah ada di dunia ini. Rumah itu terlalu identik dengan nenekku, sehingga setiap aku berada di rumah itu aku selalu merasa bahwa nenekku berada di sana dan berada di sekitarku. Aku sangat merindukannya, aku selalu teringat wajahnya ketika aku berada di ruangan yang biasa dikunjunginya. Aku selalu merasa bahwa beliau masih di sana. Beliau masih hidup dan memperhatikanku. Entah ini cuma perasaanku atau apa. Tetapi sejujurnya aku tidak rela kalau rumah itu dijual. Aku benar-benar tidak rela. Aku sangat menyayangi rumah itu.
Meskipun banyak orang yang menganggap: adalah konyol merasa kehilangan hanya karena benda yang dianggap mati-tapi tetap saja ada kenangan yang sudah terjalin antara kita dan benda itu. Dulu aku juga pernah, aku merasa kehilangan waktu ebes menebang pohon belimbing yg udah seumuran aku (atau bahkan lebih tua) tanpa sepengetahuan dan hanya karena alasan: banyak semut.
ReplyDeleteAduh mbak....biarpun itu cuma rumah, tetapi berarti banget buatku n keluargaku.... gak rela rasanya kehilangan benda yang sangat berarti....
ReplyDeletemeja riasnya bagus ya mbak......
ReplyDelete@hisyam : iya, terima kasih..meja itu meja klasik...kondisinya masih lumayan bagus...
ReplyDelete